Sleman (ANTARA News) - Sidang perkara korupsi pengadaan buku ajar Dinas Pendidikan Sleman, DIY tahun 2004 dengan terdakwa bupati nonaktif Ibnu Subiyanto di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Kamis, memanas setelah saksi ahli dan penasihat hukum terdakwa bersitegang.
Saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), yakni Kepala Bidang Layanan Teknis dan Informasi Pengadaan Barang dan Jasa LKPP, Setyo Budi Ariyanto, tersinggung dengan ucapan penasihat hukum terdakwa Andi Rais yang meragukan keahlian saksi.
Atas pertanyaan tersebut saksi kemudian tidak bersedia menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa dan meminta ucapan tersebut dicabut.
Sedangkan Andi Rais tidak bersedia mencabut perkataannya dan meminta kepada lima anggota penasihat hukum untuk tidak mengajukan pertanyaan lagi.
Situasi yang "memanas" tersebut bermula dari pertanyaan Andi Rais yang menanyakan apakah dengan adanya Keppres No.80/2003 tentang Pengadaan Barang menganulir keputusan menteri yang belum dicabut. Pertanyaan tersebut dijawab saksi bahwa peraturan tersebut tidak berlaku lagi.
Mendapat jawaban tersebut Andi Rais kemudian melontarkan kata-kata yang meragukan keahlian dari saksi.
Saksi yang merasa tersinggung dengan perkataan itu kemudian tidak bersedia menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa.
Sedangkan dalam keterangannya saksi ahli mengatakan bahwa mekanisme penunjukan langsung pengadaan buku ajar yang dilakukan terdakwa melanggar aturan Keppres No.80/2003.
"Salah satu mekanisme penunjukan langsung adalah barang atau jasa tersebut merupakan sesuatu yang spesifik, sedangkan dalam kajian kasus ini buku yang dicetak bukan barang spesifik karena banyak percetakan yang dapat melakukannya," katanya.
Ia juga mengatakan pelaksanaan kontrak yang "disubkan" ke percetakan lain melanggar aturan karena sebelumnya tidak diatur dalam rencana program kegiatan.
"Pada kenyataannya subkontrak tersebut jatuhnya lebih mahal, seharusnya dalam perencanaan program pengadaan buku tidak dibuat dalam satu paket tetapi per paket sehingga tidak memunculkan makelar," katanya.
Ia menyatakan seharusnya panitia juga membuat harga perkiraan sendiri (HPS) untuk mempertimbangkan harga wajar atau tidak serta sebagai pedoman negosiasi harga.
"Dalam kasus ini panitia atau pengguna jasa tidak membuat HPS sehingga harga kontrak nilainya jauh di atas harga pasar," katanya.
Sebelumnya jaksa Yusrinico Riawan menjerat Ibnu Subiyanto dengan pasal berlapis yakni primer pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU No.20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ibnu didakwa melawan hukum karena telah menyetujui pengadaan buku dengan sistem penunjukan langsung tanpa lelang kepada PT Balai Pustaka.
Sedangkan dakwaan subsidair terdakwa melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU No.31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU No.20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP yakni menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan, yaitu terdakwa telah menyetujui pengadaan buku dengan sistem penunjukan langsung, bukan lelang kepada PT Balai Pustaka.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa pada Januari 2004 sampai dengan Desember 2005 bertempat di Kantor Bupati Sleman.
Jaksa juga menyatakan dalam pengadaan buku tersebut diduga ada penggelembungan harga buku sehingga mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp12 miliar.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Sri Andini tersebut akan dilanjutkan Selasa (28/7 ) untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009