"Cara berpikir kemandirian itulah yang saya kampanyekan kemarin (dalam pilpres) walaupun kalah. Ternyata kita belum sampai ke situ, masyarakat masih suka BLT dan lain-lain itu," kata Jusuf Kalla pada pembukaan Konferensi Inovasi, Kewirausahaa dan UKM di Bandung, Jawa Barat, Kamis.
Menurut Wapres, ternyata konsep kemandirian yang ditawarkannya tersebut masih sulit diterima masyarakat.
Masyarakat, tambahnya, masih sebatas menerima hal-hal yang bersifat pragmatis saja, padahal kemandirian bangsa akan membawa bangsa Indonesia lebih baik ke depan.
Sementara dalam pidatonya, Wapres menjelaskan, modal utama untuk menjadi seorang pengusaha adalah ide karena hal itulah yang paling bernilai.
"Kadang kita salah berpikir mau jadi pengusaha berpikir modal dulu. Padahal dagang itu yang penting ide dulu, baru modal itu akan datang," kata Wapres Jusuf Kalla.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar orang salah dalam cara berpikirnya karena selalu mementingkan modal dahulu untuk memulai usaha.
Padahal, katanya, ide dan inovasi itulah yang menjadi modal utama seorang untuk menjadi pengusaha.
"Karena yang bernilai itu ide. Maka carilah ide dulu," kata Wapres di depan ratusan mahasiswa dan peserta konferensi.
Wapres juga menjelaskan bahwa pengusaha dahulu lebih dikenal dengan sebutan saudagar yang punya arti seribu akal.
Menurut dia, esensi menjadi pedagang memang harus punya banyak akal.
Dalam penjelasan lainnya, Wapres mengatakan, yang banyak menentukan seseorang mampu menjadi pedagang atau pengusaha biasanya sangat terpengaruh oleh lingkungan.
"Apakah pengusaha itu dididik, dilatih atau dilahirkan?. Jadi pengusaha itu tak ada hubungannya dengan pendidikan. Yang paling penting lingkungan karena itu mempengaruhi cara berpikirnya," kata Wapres.
Menurut Wapres, intinya harus ada jiwa dan kemauan, namun yang paling penting memulainya.
"Tidak ada rumusan sebagai pengusaha, tak ada pendidikannya tetapi yang penting dimulai dan dijalani. Menjadi pengusaha itu harus ada keberanian dan mulailah, jangan terlalu banyak pertimbangan," ujar Wapres Jusuf Kalla.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009