Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo mengingatkan seluruh pemangku kepentingan terkait di provinsi rawan untuk segera menyiapkan sarana dan prasarana (satpras) guna antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjelang musim kemarau 2020.

"Soal pemadaman, kita sebetulnya sedih juga BNPB di 2019 dana siap pakai mereka sebagian besar digunakan untuk pemadaman, budget untuk lainnya dikalahkan. Puluhan helikopter digunakan yang sehari bisa menghabiskan Rp1 miliar. Persoalannya ketika pemadaman itu berhasil sebetulnya itu semu," kata Bambang Hero dalam diskusi digital Badan Restorasi Gambut (BRG) bertema Restorasi Gambut di Konsesi Perkebunan di Jakarta, Senin.

Baca juga: Guru Besar UGM tekankan pentingnya cegah karhutla di tengah pandemi

Baca juga: Karhutla tingkatkan risiko bahaya bagi penderita COVID-19

Menurut dia, alihkan saja pendanaan tersebut untuk melakukan pencegahan, memastikan tidak ada titik api yang muncul, apalagi membesar. Karena, jika mengandalkan pemadaman, setelah keluar uang besar pun semua hutan dan lahan sudah telanjur luluh lantak. "Kecuali memang niatnya untuk land clearing".

Ia mengatakan sudah ada inisiasi pencegahan karhutla, seperti upaya pembangunan embung, sumur bor dan lainnya, itu perlu dicek lagi apakah bisa difungsikan dengan baik pada waktu dibutuhkan atau tidak. Terkadang di lapangan selang ada tapi mesin pompanya tidak ada atau sebaliknya.

"Sehingga jelang kemarau harus standby, disiapkan, kalau tidak mau 'dihajar' karhutla," ujar dia.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi puncak musim kemarau. Sekitar 9,9 persen Zona Musim akan memasuki puncak musim kemarau pada Juli, sedangkan 64,9 persen pada Agustus (puncak kemarau) dan sekitar 18,7 persen pada bulan September.

Baca juga: Guru Besar IPB ingatkan tidak lengah mengantisipasi potensi karhutla

Kesimpulannya awal musim kemarau 2020 akan dimulai bervariasi, 19,3 persen daerah zona musim (ZOM) diprediksi akan memasuki musim kemarau lebih awal, sedangkan 37,4 persen ZOM sama seperti biasanya dan 43,3 persen ZOM lebih lambat dari biasanya.

Musim kemarau 2020 secara umum diprediksi akan lebih basah dari 2019. Meskipun demikian, perlu diwaspadai 30 persen ZOM yang diprediksi akan mengalami kemarau lebih kering dari normalnya.

BMKG mengimbau para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal, yaitu di sebagian wilayah Bali, Nusa Tenggara, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian utara dan selatan.

Perlu peningkatan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya, yaitu di sebagian Aceh, sebagian pesisir timur Sumatera Utara, sebagian Riau, Lampung bagian timur, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Barat.

Baca juga: KLHK catat penurunan hotspot di awal 2020 dibandingkan tahun lalu

Baca juga: BMKG prediksi puncak kemarau Agustus, daerah rawan karhutla waspada


Selain itu, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, sebagian Jawa Timur, Bali bagian timur, NTB bagian timur, sebagian kecil NTT, Kalimatan Timur bagian tenggara, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan dan Maluku bagian barat dan tengah.

BMKG juga mengharapkan pemangku kepentingan dan masyarakat lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan ketersediaan air bersih.

Mereka dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada musim hujan untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020