Padang (ANTARA News) - Poltabes Padang berhasil menangkap Edi Warlis, buronan dugaan kasus korupsi penyiapan pemukiman transmigrasi di Dusun Tangah Solok Selatan dan Hilalang Panjang, Dharmasraya di daerah Cibubur.
Asisten I Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumbar, M.Rum, di Padang, Rabu, mengatakan Edi Warlis, Kasi Bimbingan Penyuluhan Bina Usaha Transmigrasi/PPK di Disnakertrans Sumbar, menjadi buronan sejak April 2008.
"Kita seperti main kucing-kucingan. Saat dicari, ia tidak ditemukan. Namun akhirnya ditangkap Poltabes Padang di daerah Cibubur", ungkapnya.
Menurutnya, Edi Warlis tidak hadir setelah dipanggil 3 kali oleh Kejaksaan. Dia diduga melarikan diri, sehingga nama dan fotonya disebarkan melalui poster daftar pencarian orang (DPO) ke seluruh Indonesia.
Edi Warlis diduga meninggalkan Kota Padang sejak ditetapkan statusnya menjadi daftar pencarian orang (DPO) oleh Kejaksaan Tinggi Sumbar.
Rum menjelaskan, Kejaksaan Tinggi Sumbar sudah menjalin kerjasama dengan Polri untuk memburu Edi Warlis. Nama Edi Warlis juga terpampang di Media Cetak dan Televisi sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Poster yang disebarkan memuat ciri-ciri terbaru pada Edi Warlis yang diduga terlibat kasus penyiapan pemukiman transmigrasi di Dusun Tangah Solok Selatan dan Hilalang Panjang, Dharmasraya.
Menurut dia, Edi Warlis diduga melakukan kasus korupsi permukiman transmigrasi di Dusun Tangah yang dikerjakan dengan nilai proyek sebesar Rp3.816.871.000, sedangkan proyek permukiman transmigrasi di Padang Hilalang nilianya mencapai Rp4.256.737.000. Kedua proyek tersebut dilaksanakan tahun anggaran 2006 lalu.
"Proyek di Hilalang Panjang Dhamasraya baru dikerjakan 58,1 persen, sedangkan pencairan uangnya sudah 100 persen," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk proyek Dusun Tangah Solok Selatan pengerjaan fisik baru 53,77 persen, namun pencairan dana sudah 100 persen.
"Tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No.20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara maksimal 20 tahun penjara", ujarnya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009