Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan, penguatan rupiah yang terjadi pada saat ini didorong oleh faktor domestik dan juga luar negeri.
"Menguat itu bisa karena faktor global menguat ditambah faktor domestik menunjang tidak cuma luar negerinya berkembang. Kalau luar negeri membaik domestik tidak menunjang, tidak bisa," katanya di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan, perekonomian global yang mulai menunjukan kinerja yang membaik dan perekonomian domestik yang masih kuat telah mendorong aliran dana tetap masuk ke Indonesia.
Disisi lain, menurut dia, investor asing juga masih mempercayai perekonomian Indonesia meski pada Jumat (17/7), terjadi ledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Charlton, di Jakarta.
Ia menambahkan, ledakan bom hanya membuat kejuatan sesaat terhadap nilai tukar rupiah. Ia mengaku BI melakukan intervensi pada Jumat pagi (17/7) untuk menjaga nilai tukar rupiah tidak mengalami pelemahan tajam.
Namun, ia melanjutkan, intervensi di pagi hari itu direspon dengan cepat oleh pasar, sehingga rupiah tidak melemah tajam, dan bahkan mengalami rebound. Hal ini menurut dia karena di pasar masih banyak mereka yang menawarkan dolar AS dan sehingga kebutuhan permintaan dolar tetap bisa dipenuhi.
Sedangkan kekhawatiran terjadinya permintaan dolar AS yang berlebih tidak terjadi. Ini menurut dia, juga menunjukan kepercayaan pasar terhaap perekonomian Indonesia.
Ia mengatakan, keadaan pasar yang masih baik terus berlanjut. Hal ini dibuktikan dengan rupiah pada selasa ini yang tetap menguat. Rupiah pada sore di pasar antar bank, Selasa, diperdagangkan Rp10.065-Rp10.075 per dolar AS, menguat sekitar 75 poin dari hari sebelumnya yang mencapai Rp10.140 - Rp10.075.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dampak pemboman hanyalah sesaat saja. Hal ini karena pemerintah melakukan antisipasi dengan memberikan arahan dan sinyal yang tepat tentang kondisi ekonomi dan keamanan Indonesia terkait dengan terjadinya pemboman.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009