"Reagen itu disebut `durante` yang merupakan hasil pengembangan dari penelitian di Jurusan Kesehatan Masyarakat dan Veteriner (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM," kata salah satu staf peneliti bagian Kesmavet FKH UGM, drh Widagdo Sri Nugroho, di Yogyakarta, Selasa.
Daging bangkai adalah daging dari hewan mati yang dijual di pasaran, sedangkan daging segar adalah daging dari hewan hidup yang disembelih secara baik dan benar.
Menurut dia, "reagen" penguji daging bangkai tersebut mudah digunakan dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk menentukan hasilnya.
"Kurang lebih hanya butuh waktu satu menit untuk mengetahui apakah daging tersebut daging bangkai atau daging segar," katanya.
Daging yang akan diuji hanya tinggal dicacah kemudian dicampur dengan air mineral dan diambil ekstraknya. "Ekstrak itulah yang kemudian dicampur dengan `reagen`," katanya.
Ia mengatakan, apabila warna ekstrak daging tersebut berubah menjadi hijau tua, daging tersebut adalah daging bangkai, tetapi bila berubah menjadi biru daging tersebut daging segar.
"Akurasi `reagen` tersebut mencapai 95 persen, bahkan 100 persen jika diaplikasikan dalam pengujian di laboratorium," katanya.
Penelitian tentang "reagen" penguji daging bangkai tersebut, kata Widagdo, sudah dilakukan sejak 1997 saat masyarakat resah adanya daging bangkai yang dijual di pasaran. "Reagen ini sudah mulai digunakan oleh dinas teknis terkait di Yogyakarta," katanya.
Ia mengatakan, formulasi "durante" sudah mengalami perkembangan dibanding hasil awal penelitian. "Pada mulanya kami menggunakan dua `reagen`, tetapi hasilnya tidak stabil dan akhirnya kami menggabungkan kedua `reagen` tersebut dan hasilnya lebih stabil," katanya.
Meski demikian, kata Widagdo, formulasi "durante" tersebut akan tetap dikembangkan sehingga penggunaannya bisa lebih praktis.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009