"Itu yang resmi dicatat Bank Indonesia. Sementara TKI kita banyak yang masih secara tradisional pulang dengan mengantongi uang atau mengirim dari biro jasa tidak resmi," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Jateng, Endro Dwi Cahyo, di Semarang Selasa.
Endro mengatakan, masih banyak TKI yang tidak mengirimkan penghasilannya melalui biro jasa resmi, diperkirakan jumlah devisa TKI Jateng yang bekerja Malaysia bisa mencapai dua kali lipat atau Rp16 triliun.
Terkait penghentian pengiriman TKI ke Malaysia sejak tanggal 26 Juni 2009 oleh pemerintah, Endro memandang hal itu sangat berpengaruh terhadap sumbangan devisa para TKI.
"Malaysia (TKI yang bekerja di Malaysia, red.) kan penyumbang devisa terbesar. Hampir 60 persen devisa TKI berasal dari Malaysia," katanya.
Total TKI yang bekerja di Malaysia sebanyak 2,4 juta (1,4 juta terdaftar dan 1 juta tidak terdaftar).
"Kalau dari Jateng, TKI yang bekerja di Malaysia ada sekitar 90-an ribu," katanya.
Penghentian pengiriman TKI ke Malaysia hanya dilakukan untuk sektor informal seperti pembantu rumah tangga (PRT), sebab untuk sektor formal tidak ada permasalahan.
TKI dari Jateng yang ditempatkan di Malaysia pada 2008 12.942 orang, Singapura 4.467 orang, Hongkong 3.619 orang, Taiwan 623 orang, Arab Saudi 3.078 orang, Kuwait 82 orang, Abu Dhabi 366 orang, Oman 89 orang, Qatar 57 orang, negara lainnya 603 orang.
Sementara pada 2009 hingga Mei telah dikirim 3.808 orang TKI Jateng ke Malaysia, Singapura 1.326 orang, Hongkong 1.300 orang, Taiwan 338 orang, Arab Saudi 1.493 orang, Kuwait 147 orang, Abu Dhabi 108 orang, Oman 146 orang, Qatar 97 orang, dan negara lainnya 112 orang.
Beberapa daerah yang merupakan kantung TKI di Jateng adalah di Cilacap, Kendal, Wonosobo, Brebes, Pati, dan Grobogan.
Sektor utama yang menjadi tujuan TKI asal Jateng, untuk sektor formal yakni bangunan, perkebunan, peternakan, perawat, pelaut, dan pabrik, sedangkan sektor informal adalah penata laksana rumah tangga.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009