Jakarta, 21/7 (ANTARA) - Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, kerja sama antiteror antara Indonesia dan sejumlah negara terus ditingkatkan dalam berbagai bentuk.
"Hanya saja untuk kasus teror yang berada di Indonesia, kerja sama antaraparat Indonesia dan negara lain tetap harus di bawah kendali otoritas keamanan Indonesia," kata Juwono Sudarsono dalam pembukaan program pasca-sarjana Universitas Pertahanan, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, untuk menghindari spekulasi tentang sebab-musabab ledakan di Mega Kuningan pada Jumat (17/7) pagi, semua pihak hendaknya bersabar menunggu hasil penyelidikan Polri.
Sementara Kepala Desk Antiteror Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan Ansyaad Mbai kepada ANTARA mengatakan, Indonesia selama ini telah menjalin kerja sama antiteror dengan sejumlah negara seperti Arab Saudi, Pakistan, Kuwait, Afganistan, dan Turki.
Kerja sama antiteror yang dilakukan Indonesia dengan sejumlah negara itu memfokuskan pada penanganan teror secara soft power tanpa mengabaikan kerja sama hard power.
Terkait itu, tambah Ansyaad, pihaknya juga akan merumuskan kerjasama de-radikalisasi pemahaman yang keliru mengenai Islam, yang kerap dijadikan "landasan hukum" para pelaku teror melakukan aksinya.
"De-radikalisasi ini sudah kami jalankan, tidak saja dengan Pakistan tetapi negara Islam moderat lainnya seperti Arab Saudi dan Turki. De-radikalisasi dapat dilakukan dengan mengundang para tokoh agama mereka ke Indonesia atau melalui buku-buku bacaan tentang Islam yang sesungguhnya," tutur Ansyaad.
Menurut dia, langkah-langkah soft power seperti de-radikalisasi lebih baik untuk menangkal "epidemi" ideologi kekerasan dalam aksi teror.
Peran ini yang sepatutnya menjadi kepedulian intensif pemerintah. Apalagi sudah bukan zamannya lagi ideologi diharamkan dengan cara-cara represif.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009