Dari pengamatan ANTARA di Pontianak, selain udara berkabut asap juga muncul abu sisa pembakaran yang terbang terbawa angin. Sejumlah rumah penduduk yang dekat dengan lahan bergambut, pada bagian lantainya, dikotori dengan adanya abu tersebut.
Jalan-jalan raya dalam kota pun nampak berkabut sehingga mengganggu pengendara motor. Namun hanya sebagian kecil warga yang telah menggunakan masker pelindung mulut dan hidung. Kebanyakan warga yang berkendaraan, dengan membawa anak-anak, tidak menggunakan pengaman tersebut.
Sebelumnya, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Barat, Darmawan, mengatakan sebanyak 134 titik panas terpantau melalui satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Titik panas itu tersebar di 12 kabupaten/kota di provinsi tersebut.
"Menurut pantauan satelit itu kemungkinan besar titik panas berada di kawasan perkebunan," kata Darmawan.
Ia juga menyatakan telah mengimbau masyarakat agar mengenakan masker pelindung saat keluar rumah.
Dari 134 titik panas yang terdeteksi, Kamis (16/7), terbanyak berada di Kabupaten Bengkayang sebanyak 20 titik, disusul Kapuas Hulu 19 titik, Sambas 18 titik, Kubu Raya 15 titik, Ketapang 13 titik, Landak 12 titik, Melawi dan Sintang masing-masing 9 titik, Sanggau 7 titik, Kabupaten Pontianak 5 titik, dan Sekadau 1 titik.
Sebelumnya, Rabu (15/7) terpantau sebanyak 65 titik panas, terdiri Kabupaten Kubu Raya sebanyak 20 titik, Sambas 10 titik, Bengkayang 10 titik, serta Kapuas Hulu, Kayong Utara, Ketapang, landak, Sanggau, Sekadau dan Sintang masing-masing terpantau 1 titik hingga 10 titik.
BLH Kalbar telah mengirim surat imbauan kepada pemerintah kabupaten/kota agar melakukan upaya pemadaman lahan atau perkebunan yang terbakar atau sengaja dibakar oleh pemiliknya untuk mengurangi asap dampak dari kebakaran itu.
Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kota Pontianak dan sekitarnya sudah masuk dalam kategori berbahaya, terutama mulai pukul 18:30 WIB - 20:30 WIB dengan indeks 332 - 1013 part per milion (PPM). (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009