Seorang warga, Fauzi (36), mengeluhkan dua bulan terakhir telah menambah pengeluaran untuk biaya pengobatan karena seluruh anggota keluarganya didiagnosis terkena Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sehingga terpaksa bolak-balik berobat ke rumah sakit.
"Minimal pengeluaran untuk beli masker. Belum lagi untuk beli obat untuk anak dan isteri saya. Biaya hidup di Pekanbaru yang sudah mahal jadi bertambah mahal karena kabut asap," katanya.
Keluhan sama diungkapkan Rudi (30), yang menyatakan asap seringkali terasa hingga ke dalam rumahnya, dari pagi sampai dini hari.
"Saya tidak berani lagi membuka pintu dan jendela setiap pagi karena asap terasa sampai ke dalam rumah. Anak saya yang berusia satu tahun terus batuk-batuk tak berkesudahan, meski sudah dibawa berobat," ujarnya.
Warga lainnya, Luzi (37), mengeluhkan tindakan pemerintah setempat yang lamban dalam menangani kebakaran lahan yang terjadi di Kota Pekanbaru dan mengakibatkan asap.
"Kebakaran sekitar kota saja susah diatasi pemerintah, apalagi yang jauh di dalam hutan," ujarnya.
Berdasarkan pantauan ANTARA, asap sangat pekat menyelimuti Pekanbaru, sementara Otoritas Bandara Sultan Syarif Kasim II sempat menutup bandara selama 2,5 jam karena jarak pandang menurun drastis hingga 300 meter.
Sampai pukul 12.00 WIB, kabut asap masih terus terlihat walau jarak pandang sudah membaik hingga sekitar 1.000 meter. Meski begitu, pencatatan alat pemantau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) menunjukkan kondisi udara dalam status tidak sehat. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009
tetapi membakar hutan di riau ini akan menjadi tidak gampang kalau pemerintah dan kepolisian riau bersinergi untuk tidak tergiur dengan segala macam iming2 dan membakar orang2 yg ada dibalik layar para pembakar hutan.