Jakarta,(ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunda kunjungan ke lokasi ledakan di kawasan bisnis Mega Kuningan, Jakarta Selatan, karena alasan keamanan.
Juru bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat, mengatakan Presiden Yudhoyono pada Jumat pagi setelah ledakan memang berencana mengunjungi lokasi ledakan.
Namun, setelah mendapatkan masukan dan saran, kepala negara akhirnya membatalkan rencana kunjungan itu dengan alasan keamanan.
"Tadi pagi memang rencana ke TKP, tetapi setelah mendapat masukan dan saran tentang situasi bahwa lokasi masih diamankan dan dilakukan penyisiran, maka tidak tepat apabila Presiden datang ke TKP," tutur Andi.
Sebagai gantinya, Presiden Yudhoyono langsung menuju Kantor Kepresidenan dari kediamannya di Puri Cikeas Indah , Bogor, pada Jumat pagi.
Presiden Yudhoyono lalu langsung menuju Kantor Kepresidenan dan hanya mendapatkan laporan melalui telepon dari para pejabat negara terkait.
Sekitar pukul 10.45 WIB, tiga pejabat negara yaitu Kapolri Jend Polisi Bambang Hendarso Danuri, Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar, dan Menko Polhukamm Widodo AS datang ke Kantor Kepresidenan untuk memberikan laporan kepada Presiden.
Tanpa memberikan pengantar, Presiden Yudhoyono dengan air muka tegang langsung menyuruh para pejabat negara itu untuk memberi laporan.
Rapat tersebut tertunda oleh Shalat Jumat.Presiden Yudhoyonoakan memberikan pernyataan pers pada pukul 14.00 WIB.
Sampai saat ini, juru bicara kepresidenan belum memberikan kepastian apakah Presiden Yudhoyono akan mendatangi lokasi kejadian serta mengunjungi korban luka-luka.
"Tadi masih diberi laporan awal perkembangan situasi, baik itu berupa korban maupun juga situasi di lapangan dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi," ujar Andi.
Sampai saat ini, sudah sembilan korban tewas akibat ledakan yang terjadi di dua titik di kawasan Mega Kuningan, yaitu di Hotel JW Marriott pada pukul 07.45 WIB dan di Hotel Ritz Carlton pada pukul 07.47 WIB.(*)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009