Samarinda (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur mendesak agar pemerintah daerah segera menuntaskan masalah lingkungan serta sangketa antara PT. Kitadin (kelompok usaha Banpu) dengan warga di Desa Bangun Rejo, Kutai Kartanegara.
"Pemerintah daerah seharusnya segera menuntaskan kasus itu, antara lain dengan mengaudit PT. Kitadin baik dari sisi lingkungan maupun pada bidang sosial (program pemberdayaan/cooperate sosial responbility/CSR)," kata Direktur Ekskutif Walhi, Ical Wardhana di Samarinda, Jumat.
Hal itu disampaikan dalam siaran persnya menyingkapi beberapa kali aksi demo warga Desa Bangun Rejo, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, termasuk Kamis (16/7).
Aksi demo itu terkait dengan persoalan lingkungan yang diduga dilakukan perusahaan, juga terkait diabaikan hak-hak sosial warga (CSR) sekitarnya.
Berdasarkan data Walhi, diperkirakan 150 KK menjadi korban kerugian atas sekitar 150 ha areal persawahan dan pemukiman masyarakat akibat kerapnya banjir melanda sejak hadirnya perusahaan batu bara.
Berdasarkan pengakuan warga bahwa petani di Desa Bangun Rejo telah mengalami empat kali gagal panen sejak hadirnya perusahaan batu bara itu sejak beberapa tahun lalu.
Sebenarnya sudah beberapa kali diadakan pertemuan antara warga dengan manajemen perusahaan namun belum juga menemukan penyelesaian, termasuk pada 16 Juli 2009 di Kutai Kartanegara.
"Karena beberapa kali pertemuan, tidak ada titik terang menyelesaikan masalah ini, maka perlu campur tangan pemerintah daerah, sehingga kasus ini tidak berlarut-larut karena kita khawatir menimbulkan dampak sosial," imbuh dia.
"Hasil audit lingkungan hidup dan sosial juga harus disosialisasikan kepada publik terutama masyarakat yang terkena dampak langsung dari operasional pertambangan PT. Kitadin," imbuh dia.
Perusahaan dengan pemilik saham dominan dari Thailand itu dalam beberapa tahun terakhir telah meresahkan dan menimbulkan masalah terhadap masyarakat desa sekitarnya.
Persoalan lingkungan yang dikeluhkan warga, antara lain masalah banjir yang kerap melanda daerah itu sejak hadirnya perusahaan tersebut.
Banjir tersebut dinilai warga menimbulkan dampak langsung akibat kerusakan tanaman warga yang umumnya adalah eks-trans dari Pulau Jawa karena terendam banjir yang berulang-ulang mendera daerah itu.
"Selain banjir di areal pertanian milik masyarakat, juga terjadi sedimentasi sungai alam yang dipergunakan warga sebagai kebutuhan irigasi persawahan diduga akibat hadirnya perusahaan tambang tersebut," ujar dia.
Ia menilai bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk mengembalikan fungsi sungai alam yang dipergunakan warga, menata kembali proses pembuangan limbah, merehabilitasi kondisi persawahan masyarakat yang sudah gagal panen sebanyak empat kali, mengatasi polusi berupa debu dan kebisingan.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009