Rencana Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) memangil Duta Besar China untuk meminta klarifikasi atas kematian dan pelarungan jenazah ABK WNI di Kapal Long Xing sudah tepat
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Charles Honoris mengingatkan langkah pemanggilan Duta Besar China harus sampai pada pembahasan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) perusahaan China.
"Rencana Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) memangil Duta Besar China untuk meminta klarifikasi atas kematian dan pelarungan jenazah ABK WNI di Kapal Long Xing sudah tepat," katanya, melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Jumat.
Namun, politikus PDI Perjuangan itu mengatakan bahwa klarifikasi tersebut hendaknya tidak menjadi prosedural diplomatik semata, melainkan harus masuk sampai ke jantung persoalan.
Baca juga: China sebut larung jasad ABK WNI sesuai aturan ILO, disetujui keluarga
"Yaitu, adanya dugaan kuat pelanggaran hak-hak pekerja dan pelanggaran HAM di atas kapal berbendera China tersebut, sebagaimana diungkap ABK WNI lain yang mengalami eksploitasi. Bahkan, mengarah ke perbudakan," tuturnya.
Menurut Charles, pemerintah RI harus mendesak Pemerintah China untuk menerapkan standar perlindungan pekerja dan perlindungan HAM sesuai standar universal.
Selain itu, kata dia, Pemerintah China harus mengusut tuntas dan menjatuhkan sanksi hukum pada perusahaan pemilik kapal tersebut, dan memberantas praktik-praktik serupa lainnya.
"Pemerintah RI juga dapat mengangkat kasus pelanggaran HAM ini ke forum multilateral. Baik di Dewan HAM PBB maupun di Organisasi Buruh Internasional (ILO)," ujae Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen DPR RI itu.
Baca juga: LPSK nyatakan siap lindungi ABK WNI di kapal berbendera China
Posisi RI yang saat ini duduk sebagai anggota Dewan HAM PBB dan anggota Governing Body di ILO, lanjut dia, perlu dimanfaatkan untuk mendorong penegakan HAM secara progresif, serta penghapusan segala macam bentuk perbudakan yang menjadi musuh kemanusiaan.
Ditambahkan Charles, pemerintah hendaknya juga melakukan moratorium pengiriman buruh migran Indonesia ke negara-negara yang tidak menghormati HAM dan tidak menerapkan regulasi yang melindungi hak-hak para pekerja.
"Ini demi memastikan perlindungan terhadap WNI (di luar negeri), yang menjadi amanat konstitusi," katanya.
Sebelumnya, sebuah media Korea Selatan memberitakan adanya perbudakan dan pelanggaran HAM terhadap WNI yang bekerja di kapal berbendera China. Para pekerja Indonesia itu diperlakukan diskriminatif, tidak manusiawi, dan bahkan ada yang meninggal dunia dan jasadnya “dibuang” ke laut.
Dalam kasus ini, ada dugaan telah terjadi diskriminasi dan tidak menghormati hak buruh karena pekerja asal Indonesia dikabarkan harus bekerja melebihi jam kerja yang seharusnya, yaitu selama lebih dari 11 jam per hari, dengan upah sangat rendah dan diberi minum air laut, tidak seperti pekerja dari China.
Baca juga: Menlu paparkan rincian perkara 46 ABK WNI di kapal berbendera China
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020