Untuk itu, Kang Emil sapaan akrabnya mengatakan kepekaan atau solidaritas sosial diperlukan untuk membantu sesama, khususnya bertepatan momentum bulan suci Ramadan.
“Dari kaca mata kami (Pemerintah Daerah Provinsi Jabar), narasi pembatasan sosial kedaruratan (berubah) menjadi solidaritas sosial. Apalagi ini bulan Ramadan, bulan keberkahan, bulan tolong menolong,” kata Kang Emil saat menjadi pembicara di Webinar Seri 4 Institut Pembangunan Jawa Barat (Injabar) Universitas Padjadjaran (Unpad) dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis.
Baca juga: Pemprov Jabar siapkan tiga sanksi bagi PNS mudik
“Bahwa COVID-19 ini adalah perang yang meluluhlantakkan semua dimensi pembangunan, tidak hanya kesehatan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya,” tambahnya.
Kang Emil menjelaskan, terdapat peningkatan jumlah penduduk Jabar yang diberi subsidi yakni dari 9,4 juta jiwa menjadi 38 juta jiwa atau lebih dari 2/3 dari total 50 juta jiwa populasi di Jabar. Adapun kepadatan penduduk Jabar yang perlu dibantu mayoritas ada di wilayah selatan.
“Jadi, bapak dan ibu, 2/3 rakyat Jawa Barat hari ini meminta tanggungan dari negara. Dari 9,4 juta jiwa sekarang lompat menjadi 38 juta jiwa,” tuturnya.
Terkait hal tersebut, Kang Emil pun menyoroti pentingnya keadilan fiskal, yakni perspektif anggaran yang perlu diterapkan pemerintah pusat ke daerah harus berdasarkan jumlah penduduk, bukan jumlah wilayah.
Kang Emil berujar, Provinsi Jabar yang memiliki jumlah penduduk lebih besar namun anggaran yang diberikan pemerintah pusat lebih sedikit dibanding provinsi lain yang penduduknya lebih sedikit. Contohnya berkaitan dana desa yang dibagikan berdasarkan jumlah desa bukan jumlah penduduk.
Baca juga: PSBB Jabar penting untuk stop kasus penularan dari luar COVID-19
“Jadi, ada ketidakadilan fiskal. Cara pemerintah pusat memberikan dana kepada daerah, proporsi penduduk itu tidak pernah dijadikan patokan. Dan terasanya itu pada saat COVID-19, anggaran sedikit penduduk kita (Jabar) banyak, sementara provinsi lain penduduknya sedikit anggarannya lebih banyak, maka menolong orangnya akan lebih berkualitas,” ujar Kang Emil.
Dalam seminar online ini, Kang Emil juga menyampaikan bahwa saat ini Jabar mampu mengetes kurang lebih 2.000 sampel per hari dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di 15 laboratorium.
Selain itu, Jabar juga memiliki 54 lokasi pemakaman yang telah disiapkan untuk korban meninggal COVID-19. Kang Emil pun menegaskan bahwa pihaknya akan memperbanyak pengetesan COVID-19 di tempat-tempat kerumunan seperti pasar tradisional.
“Saya laporkan jumlah pasien positif yang dirawat di rumah sakit. Dari jumlah 400-an (pasien) di akhir April, seminggu (awal Mei) ini sudah tinggal 300-an pasien positif yang ada di rumah sakit. Ini ada anomali, berita baik ini tolong sampaikan ke para dokter dan tenaga kesehatan bahwa di Jawa Barat jumlah pasien positif yang dirawat di rumah sakit turun,” tutur Kang Emil.
“Kemudian angka kematian (akibat COVID-19) juga turun, dari tujuh kematian per hari sekarang jadi empat kematian per hari. Juga jumlah kesembuhan naik dua kali lipat, sehingga kita berharap tren positif ini terjaga,” katanya.
Adapun webminar atau seminar online ini mengangkat tema 'COVID-19: Respons Kebijakan, Tatakelola Pengendalian, dan Kestabilan Sosial' yang digelar oleh Injabar hasil kerja sama Unpad dan Pemerintah Daerah Provinsi Jabar sebagai pusat dan riset pembangunan Jabar.
“Saya mengapresiasi inisiatif Injabar. Injabar ini adalah hasil kesepakatan bahwa kami di Jawa Barat membutuhkan input-input dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan Jawa Barat. Dan menitipkan institusi satu pintu (di Unpad) untuk memberikan nasihat kepada Jawa Barat,” katanya.
Baca juga: Hari kedua PSBB Jabar petugas putar balik paksa bus dan travel gelap
Baca juga: Bandara Kertajati tetap siaga layani operasional maskapai saat PSBB
Baca juga: PSBB Jawa Barat, kendaraan masih bebas masuk di perbatasan Garut
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020