"Evaluasi perlu dilakukan karena skema pembayaran utang pemerintahan yang lalu terlalu membebani APBN, sehingga mengorbankan sektor yang lain, seperti subsidi pertanian, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, politik anggaran pemerintah seharusnya lebih mengutamakan sektor-sektor dalam negeri yang berkaitan langsung dengan masyarakat ketimbang penyelesaian utang.
"Jangan sampai karena ingin memperoleh reputasi yang baik di dunia internasional, pemerintah mengorbankan kepentingan rakyat sendiri," katanya.
Ia mengatakan memang sesuatu yang membanggakan jika utang Indonesia kepada IMF lunas, tetapi di sisi lain banyak subsidi yang seharusnya menjadi hak rakyat menjadi terabaikan.
Namun demikian, menurut dia, kinerja pemerintahan 2004-2009 cukup positif, terutama dalam hal penanganan krisis keuangan global.
"Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) sudah cukup responsif dalam menghadapi krisis keuangan global," katanya.
Ia mengatakan, hal itu terutama terlihat dalam tiga hal, yakni komitmen pemerintahan SBY-JK terhadap sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), komitmen untuk melakukan koordinasi antarsektor, dan keberhasilan menjaga stabilitas inflasi.
Oleh karena itu, menurut dia, kemenangan SBY menjadi presiden untuk kedua kalinya berdampak positif pada perekonomian Indonesia.
"Jika dilihat dari sisi keberlanjutan ekonomi, kemenangan SBY adalah sesuatu yang baik, sangat positif terhadap investasi dan nilai tukar," katanya.
Namun demikian, menurut dia, arah perekonomian Indonesia ke depan masih sulit untuk diprediksi, karena pemerintahan baru belum terbentuk.
"Saat ini masih sulit meramalkan kebijakan ekonomi seperti apa yang akan dikeluarkan pemerintahan baru," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009