Jayapura (ANTARA News) - Perhatian sebagian besar warga masyarakat Papua sudah beralih dari pesta demokrasi Pemilihan Presiden (Pilpres) ke kasus kekerasan penembakan di areal PT Freeport Indonesia (PTFI) Tembagapura,Kabupaten Mimika,Papua.
Hal itu disampaikan Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) "Fajar Timur" Abepura,Papua, Pastor Dr Neles Tebay,Pr di Jayapura,Kamis menanggapi kasus kekerasan yang bermunculan di tanah Papua pada pekan terakhir ini pasca Pilpres 8 Juli lalu.
"Perhatian sebagian besar masyarakat Papua beralih dari Pilpres ke kasus kekerasan di areal tambang Freeport.Itu berarti masyarakat Papua harus bersikap kritis terhadap fenomena ini.Pertanyaan muncul adalah, apakah pengalaman beralihnya perhatian seperti ini pernah juga terjadi sebelumnya dan apa pesan utama di balik semua fenomena ini," kata Dr Neles Tebay.
Pengalaman masyarakat Papua membuktikan bahwa peralihan perhatian dari satu persoalan besar ke persoalan yang lebih besar lagi sudah pernah dialami masyarakat Papua yang selama ini dianggap sudah cukup "kenyang" dengan berbagai persoalan kekerasan di tanah kelahiran mereka sendiri.
Mantan Wakil Uskup Keuskupan Jayapura ini menceriterakan, pada hari H dan pasca Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 9 April lalu, masyarakat Papua terlihat ketakutan setelah mengetahui terjadi penyerangan sekelompok warga terhadap markas Polsek Abepura,disusul pembakaran gedung Rektorat Universitas Negeri Cenderawasih (Uncen) Jayapura.
Selain itu,masyarakat Papua pun ketakutan melihat terjadinya penikaman dan pembunuhan tidak wajar terhadap beberapa tukang ojek di Wamena,ibukota Kabupaten Jayawijaya, pembakaran salah satu gedung SMP di pedalaman Jayawijaya serta penikaman dua warga di Waena,Kota Jayapura.
Berbagai kasus kekerasan yang mencekam itu akhirnya mengalihkan perhatian masyarakat dari pesta demokrasi Pileg,mulai dari pemberian suara,penghitungan suara di TPS dan tingkat kecamatan, pengumuman hasil penghitungan suara di TPS sampai pada pengumuman hasil penghitungan suara.
"Perhatian masyarakat dari Pemilihan Umum Legislatif akhirnya beralih ke kasus-kasus kekerasan yang mencekam.Masyarakat tidak lagi peduli dengan persoalan-persoalan pemilihan umum.Mereka tidak lagi hiraukan penghitungan suara dari kotak suara tetapi masing-masing berupaya menyelamatkan diri dengan tetap tinggal di dalam rumah akibat ketakutan yang mengerikan," katanya.
Masyarakat menjadi takut,jangan sampai kekerasan yang sama menimpa mereka atau anggota keluarga mereka sehingga mereka memilih tetap tinggal di dalam rumah.
Persoalan kekerasan pada hari H dan pasca Pemilu legislatif itu sampai saat ini tidak dituntaskan sementara para pelaku kekerasan itu sudah kabur dan polisi pun sampai detik ini belum mampu mengungkapkan siapa pelaku kekerasan tersebut. Semua itu akhirnya hilang-lenyap dibawa waktu.
Kini,usai Pilpres, muncul lagi kasus kekerasan baru yang lebih besar lagi yakni penembakan di areal perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di dunia PT Freeport Indonesia di Tembagapura,Mimika,Papua.
Perhatian masyarakat Papua pada hasil penghitungan suara Pilpres, daftar pemilih tetap atau DPT yang terus bermasalah dan dipermasalahkan serta berbagai kecurangan pada Pilpres sudah beralih begitu saja ke kasus kekerasan di Freeport.
"Pertanyaan kritis adalah, apakah ada tangan-tangan halus yang bermain mengeruhkan suasana kehidupan masyarakat dan ingin mengail di air keruh agar persoalan-persoalan pada hari kemarin diabaikan, ditinggalkan dan dilupakan begitu saja?" tanya Neles Tebay.
Neles menyerukan kepada semua lapisan masyarakat Papua agar bersikap kritis menghadapi berbagai kasus kekerasan akhir-akhir ini yang muncul pasca Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden.
"Saya menghimbau kaum intelektual di Papua agar membantu warga masyarakat kita yang lugu dan polos ini untuk mewaspadai setiap gerakan yang mengarah kepada kekerasan dan konflik horizontal sekaligus tetap bersikap kirits agar rakyat tidak menjadi korban sekaligus objek suatu permainan politik pengalihan perhatian demi tujuan politik tertentu pula," kata alumnus Fakultas Misiologi Universitas Urbanianum,Roma 2005 itu.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009