"Produksi dunia menurun, jadi permintaan bahan baku seperti timah batangan juga menurun," kata Direktur Ekspor Hasil Industri dan Pertambangan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Albert Yusuf Tobagu, di Jakarta, Rabu.
Meski secara volume turun, namun dari sisi nilai ekspor naik dari 122,88 juta dolar AS pada Mei menjadi 123,104 juta dolar AS.
Realisasi ekspor timah batangan selama Januari-Juni 2009 tercatat mencapai 50.575,2 ton dengan nilai 562,64 juta dolar AS. Selama 2008, ekspor timah batangan mencapai 1,621 miliar dolar AS dengan volume 88.161,72 ton.
Ekspor timah batangan Indonesia selama ini ditujukan ke 10 negara yaitu Singapura, Malaysia, China, Jepang, taiwan, Korea Selatan, Thailand, Belanda, India dan Hongkong.
Sejak Februari 2007, pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Perdagangan No.04/M-DAG/PER/1/2007 tentang aturan ekspor timah batangan yang diharapkan dapat meningkatkan nilai devisa negara dan memperbaiki citra Indonesia sebagai negara terbesar ketiga penghasil timah di dunia.
Peraturan itu juga bertujuan untuk mencegah penambangan yang tidak terkendali dan meningkatkan pendapatan negara dari royalti.
Meski memperketat ekspornya, namun aturan tersebut tidak membatasi ekspor timah. Permendag 04/2007 itu mengharuskan ekspor timah batangan memenuhi berbagai syarat seperti kadar timah kemurniannya minimal 99,85 persen dan wajib diverifikasi sebelum ekspor.
Ekspornya pun hanya dapat dilakukan oleh Eksportir Terdaftar khusus timah batangan (ET-Timah).
Hingga Juni 2009, tercatat sebanyak 30 perusahaan memiliki status sebagai ET-Timah dan masih ada satu perusahaan lagi yang sedang diproses permohonan menjaid ET-Timahnya. "Kita masih mengevaluasi permohonan mereka," ujar Albert.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009