Jakarta, (ANTARA) - Gabungan Toko Buku Indonesia (Gabti) prihatin dengan ribuan unit toko buku di Kabupaten/ Kota harus tutup karena tata niaga penjualan yang semrawut.

"Prihatin karena sekitar 2.000-an dari 4.600 unit toko buku di Kabupaten/ Kota selama 15 tahun terakhir ini harus tutup," kata Ketua Umum Gabti Firdaus Oemar di Jakarta, Rabu.

Kondisi ini diakibatkan oknum penerbit buku yang langsung menawarkan buku ke sekolah - sekolah tanpa mematuhi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.2/2008.

Permendiknas ini menggariskan penerbit tidak lagi memasok buku langsung ke konsumen, tapi buku harus dibeli di toko buku.

"Oknum penerbit yang selama ini `bercokol` di sekolah - sekolah dengan iming - iming pemotongan harga maupun isentif lain sehingga melanggar Permendiknas tersebut dan sering ditegur melalui Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi)," ujar Firdaus.

Sebenarnya Gabti telah mengantisipasi praktek tersebut dengan menandatangani memorandum kesepemahaman (Mou) dengan Ikapi disaksikan Mendiknas Mei 2008.

Mou itu disepakati penerbit harus membuka toko buku di Kabupaten/ Kota dan masuk menjadi anggota Gabti.

"Sebenarnya Mou ini strategis bagi penerbit karena dengan membuka toko buku bisa menjual buku berbagai penerbit, jadi tidak hanya milik sendiri,"kata Firdaus yang juga Dewan Pertimbangan Ikapi.

Disinggung lesunya transaksi pembelian di toko buku juga akibat dana Bantuan Operasional Sekolah(BOS), dia menjelaskan, itu ulah dari kawan - kawan lama yang masih melakukan praktek melanggar Permendiknas dan Mou.

"Para guru tidak bisa disalahkan soal mekanisme dana BOS untuk pengadaan buku karena oknum penerbit itu berulah diindikasikan karena ada `jaminan` oknum pejabat berwenang," ujar Firdaus Oemar.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009