Kuala Lumpur (ANTARA News) - Malaysia siap melakukan pertemuan dengan Indonesia akhir Juli 2009 untuk merevisi nota kesepahaman tahun 2006 tentang pengiriman pembantu rumah tangga (PRT).
Menteri Sumber Manusia Malaysia S Subramaniam mengatakan,empat agenda pembicaraan yakni libur satu hariper minggu, perlindungan asuransi, kontrak kerja, dan menetapkan gajiminimal PRT per bulan akan menjadi pembahasan ketika bertemu dengan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Indonesia Erman Suparno akhir Juli 2009 di Kuala Lumpur, demikian kantor berita Bernama, Selasa.
Pertemuan itu dilakukan terkait langkah pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman PRT (pembantu rumah tangga) ke Malaysia hingga ada revisi MOU Indonesia-Malaysia yang ditandatangani tahun 2006. Penghentian itu dilakukan setelah ada beberapa pembantu Indonesia mengalami siksaan.
Sementara itu, Menakertrans Erman Suparno sebelumnya mengatakan, telah minta diadakan pertemuan bersama (joint committee) Indonesia-Malaysia pada pertengahan Juli 2009, dan diperkirakan perundingan berjalan dua minggu dan dicapai nota kesepahaman baru sehingga 1 Agustus 2009 diharapkan kebijakan penghentian pengiriman PRT bisa dicabut.
Namun Malaysia belum siap dan baru bersedia akhir Juli 2009.
Indonesia menginginkan revisi nota kesepahaman, libur satu hari untuk pembantu, perlindungan asuransi, gaji minimum dan kenaikan gaji berkala, dan adanya kontrak kerja antara majikan dengan PRT.
Selain itu, Indonesia juga menuntut tidak ada diskrimasi gaji di antara sesama pembantu. Jika ada pembantu dari negara lain 1.000 ringgit (Rp2,85 juta) maka gaji pembantu Indonesia juga harus bergaji sebesar 1.000 ringgit. "Kami tidak terima ada diskriminasi gaji pembantu, kami bisa tolerir jika perbedaan gaji berdasarkan sektor pekerjaan," kata Erman.
Erman juga sudah beberapa kali minta kepada Malaysia agar paspor dipegang oleh pekerja Indonesia karena itu adalah identitas dan hak asasi manusia secara internasional. Dia mengemukakan, paspor boleh dipegang oleh majikan asalkan diserahkan sukarela oleh pembantu dan ada perjanjian tertulis kedua belah pihak.
"Kami juga minta agar pemerintah Malaysia mau menolak rekrutmen pembantu secara individual atau perorangan," ujar menteri itu belum lama ini. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009