Istanbul (ANTARA News/AFP) - Ribuan demonstran di Turki berpawai Minggu untuk mendukung minoritas Uighur di China setelah kekerasan etnik di wilayah baratlaut negara itu, demikian dilaporkan wartawan foto AFP.
Sekitar 10.000 orang mengambil bagian dalam pawai itu, yang diadakan oleh partai Islam Saadet, yang marah atas apa yang mereka anggap penindasan China terhadap minoritas muslim Uighur di daerah Xinjiang.
Demonstran meneriakkan "China pembunuh, bebaskan Turkestan Timur", nama yang digunakan sejumlah muslim untuk Xinjiang.
Pemrotes yang lain membawa gambar-gambar Rebiya Kadeer, pemimpin komunitas Uighur di pengasingan.
Pihak berwenang China hari Minggu melarang pertemuan umum di Urumqi, ibukota bergolak Xinjiang.
China mengatakan, 184 orang tewas dan 1.680 lain cedera dalam bentrokan-bentrokan ketika kekerasan meletus di Urumqi sepekan lalu antara orang-orang Uighur dan China Han.
Sebagian besar dari mereka yang tewas adalah orang Han, kelompok etnik dominan di China, namun 46 orang Uighur juga tewas, menurut data pemerintah China.
Kekerasan yang dialami orang Uighur itu telah menimbulkan gelombang pawai protes di berbagai kota dunia seperti Ankara, Berlin, Canberra dan Istanbul.
Orang Uighur berbicara bahasa Turki dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan adalah yang paling keras melontarkan kecaman dan menyebut apa yang terjadi di Xinjiang sebagai "semacam pembantaian".
Orang-orang Uighur di pengasingan mengklaim bahwa pasukan keamanan China bereaksi terlalu berlebihan atas protes damai dan menggunakan kekuatan mematikan.
Delapan juta orang Uighur, yang memiliki lebih banyak hubungan dengan tetangga mereka di Asia tengah ketimbang dengan orang China Han, berjumlah kurang dari separuh dari penduduk Xinjiang.
Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.
Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.
Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.
Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Mari kita sebagai umat beragama tunjukkan kasih sayang satu sama lainnya untuk hidup berdampingan dengan tentran dan damai. Ajaran nabi sebaiknya kita tiru.