Jakarta (ANTARA News) - Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur (Jatim) menetapkan bahwa pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah "Haram".
Keputusan ini sebagai tanggapan kepada Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) yang sudah berencana akan membangun reaktor nuklir di Pulau Madura, kata juru kampanye Greenpeace Asia Tenggara Tessa de Ryck di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan, fatwa serupa pernah ditetapkan NU Jepara awal September 2007, karena dinilai akan beresiko bahaya kebocoran radioaktif dan limbah dari pembangunan reaktor PLTN tersebut.
Sehubungan dengan itu Greenpeace mendesak Presiden Indonesia terpilih pada pilpres 2009, bisa mendukung keputusan NU ini sebagai titik untuk menghentikan rencana membuang uang pada teknologi mahal dan berbahaya ini.
Pemerintah lebih baik berinvestasi pada pembangunan energi bersih seperti geothermal, angin, mikrohidro dan tenaga matahari.
Menurut dia, di seluruh dunia sudah terbukti bahwa industri tenaga nuklir mulai mengalami kejatuhan, meski para pelaku industri itu gencar mengampanyekan kebangkitan mereka.
Pada kenyataannya industri nuklir masih belum bisa mengatasi masalah yang sudah sejak 40 tahun lalu.
Dari 435 reaktor yang kini beroperasi sangat jarang yang dibangun sesuai jadwal dan bisa mempertahankan budget yang sudah direncanakan.
Sejak tahun 2008 tidak ada satu pun PLTN baru yang beroperasi, bila dibandingkan dengan pembangunan pembangkit tenaga angin yang gencar dibangun hingga kapasitas 27 megawatt.
Dalam kampanye April lalu, Persiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengatakan tidak akan membangun reaktor nuklir selama masih ada alternatif yang lebih baik.
Juni 2009 lalu, perusahaan Listrik Negara (PLN) tak melihat masa depan nuklir sebagai bagian dari pengembangan energi di Indonesia.
Selanjutnya dia mengatakan, Indonesia mempunyai cadangan energi geothemal terbesar di dunia yang belum digunakan, meskipun sudah ada rencana untuk menyuplai pada tahun 2014.
Sehubungan dengan itu, Greenpeace mendesak pemerintah untuk meningkatkan target energi terbaru, terutama geothemal, angin, matahari dan mikrohidro.
Dengan cara memperbaiki hukum dan regulasi yang selama ini menjadi hambatan utama dalam pengembangan energi terbarukan.
Hambatan terhadap pengembangan energi terbaru ini membuat Indonesia masih terus bergantung pada energi fosil kotor dan melirik energi nuklir yang berbahaya.
"Negara kita masih memafaat sekitar lima persen potensi energi yang ada, sehingga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energi listik nasional," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009