Jakarta (ANTARA News) - Pakar Sport Sains Tommy Apriantono berpendapat departemen olahraga lebih strategis untuk menerapkan pola pembinaan atlet berjenjang karenanya ideal dipisahkan dari pemuda yang cenderung terkait dengan kepentingan politik.
"Itu kewenangan Presiden hasil pemilihan presiden (Pilpres) Juli 2009 dan DPR, hanya bila berstatus departemen olahraga bisa berkesinambungan pembinaan karena terbangun jaringan dengan Dinas Pendidikan dan Olahraga di masing masing daerah," katanya di Jakarta, Minggu.
Apalagi, Dinas Pendidikan dan Olahraga juga mengalokasikan anggaran untuk membina para guru olahraga sehingga dengan berstatus departemen olahraga maka pola pembinaan berjenjang bisa direalisasikan.
"Sudah saatnya pola pembinaan atlet dari SD, SMP, SMA dan mahasiswa itu diaktifkan kembali, itu bisa terwujud sekiranya olahraga dikelola departemen karena terbangun sistem secara struktural," ujar Tommy.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah melalui Kabinet 2009 - 2014 perlu mengubah pola pembinaan olahraga agar terpadu dan berjenjang dengan peningkatan kapasitas bangsa terhadap para atlet.
"Jepang prestasi olahraga semakin menggembirakan karena menerapkan pola pembinaan berjenjang dengan puncaknya saat atlet berstatus mahasiswa, Indonesia bisa merealisasikan pola tersebut karena memiliki jaringan struktural yang belum disinergiskan," kata Tommy.
Pemerintah melalui menteri yang nantinya menangani olahraga, menurut dia, perlu berperan sebagai regulator dalam menerapkan pola pembinaan atlet berjenjang.
"Konsep disusun bersama dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia /Komite Olimpiada Indonesia (KONI/KOI) dengan melibatkan pengurus besar masing - masing cabang olahraga,"ujar Tommy Apriantono.
Ketua Komisi Sport Development Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Pusat, Djoko Pramono mengatakan pembinaan olahraga nasional harus tepat sasaran pada pemerintahan baru lima tahun mendatang.
Peranan organisasi olahraga saat ini hingga tingkat kementerian harus jelas, sehingga pembinaan atlet olahraga di Indonesia tidak membingungkan.
"Misalnya tingkat kementerian pemuda dan olahraga malah turun sampai tingkat operasional, padahal peran mereka adalah pembuat regulasi," kata Djoko.
Dia mencontohkan, peran organisasi yang membingungkan itu terjadi saat Menegpora membentuk satuan tugas (Satgas) olahraga dengan memanggil induk organisasi atau pengurus besar.
Kemudian pembentukan pemusatan pelatihan nasional (pelatnas) dan program atlet andalan (PAL) yang menuai kritik dari kalangan atlet dan pengurusnya.
"Jika tidak tepat sasaran akan menimbulkan kecemburuan antar sesama atlet, padahal mereka sama-sama membela Merahputih," kata Djoko Pramono.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009