Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sedikitnya telah menemukan 473 kasus pelanggaran yang terjadi pada proses pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu presiden (pilpres) 2009.

"Sedikitnya sampai hari ini kami telah menemukan 473 pelanggaran pada pilpres kali ini baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri," kata Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu, Wahidah Suaib, di Jakarta, Minggu.

Dari hasil rekapitulasi, katanya, sebagian besar pelanggaran terjadi dalam bentuk administratif sebanyak 350 kasus, kemudian pelanggaran dalam bentuk pidana 58 kasus dan pelanggaran dalam bentuk lain sebanyak 65 kasus.

Untuk pelanggaran dalam bentuk administratif Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di daerah menemukan 162 kasus logistik yang tidak lengkap diterima oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), sehingga anggota KPPS harus mencari tinta ke tempat pemungutan suara (TPS) lain.

Pelanggaran lain, KPPS tidak mengumumkan atau menempelkan nama daftar pemilih tetap (DPT) berikut poster ketiga kandidat pasangan calon presiden (capres) dan hasil penghitungan suara di TPS setempat.
Masih ditemukan juga daftar nama ganda di DPT, pemilih ganda, politik uang, anggota KPPS yang tidak menyerahkan salinan kepada Panwaslu di tingkat kecamatan, Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak terdaftar di DPT dibolehkan ikut memilih dan lain-lain.

"Berbagai temuan pelanggaran dalam pilpres itu segera ditindaklanjuti dan ditindak sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan," katanya.

Lebih lanjut Wahidah mengatakan dari 473 kasus temuan pelanggaran yang dilaporkan ke Bawaslu hingga pada hari Minggu (12/7) tercatat pelanggaran paling banyak terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan 77 kasus.

Kemudian Jawa Tengah dengan 72 kasus pelanggaran, disusul Jawa Barat 58 kasus, Sulawesi Tengah 32 kasus dan Sumatera Barat dengan 25 kasus pelanggaran, sedangkan DKI Jakarta baru lima pelanggaran yang dilaporkan.

"Kelima provinsi itu merupakan lima besar pelanggaran pada pilpres kali ini, belum termasuk delapan provinsi lain yang belum menyerahkan laporan termasuk di antaranya Papua Barat," ujarnya.

Secara umum Bawaslu mencatat pelanggaran pada Pilpres 8 Juli lalu lebih rendah jika dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi pada pemilu legislatif 9 April 2009.

"Sampai empat hari setelah pilpres memang pelanggaran lebih rendah dibandingkan dengan pemilihan legislatif, tetapi kami prihatin karena kesalahan yang sama terulang lagi dalam pilpres ini," kata Wahidah.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009