"Kesulitannya adalah akan terjadi tarik-menarik kepentingan yang cukup kuat di antara partai politik pendukung pasangan SBY-Boediono dalam pemilu presiden," kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr Achmad Nurmandi MSc di Yogyakarta, Jumat.
Ia mengatakan masing-masing partai politik pendukung SBY yang cukup banyak tentunya ingin menempatkan kadernya di posisi paling strategis di kabinet, sehingga tarik menarik kepentingan akan tetap ada.
Padahal, menurut dia, sebagian masyarakat menginginkan SBY tidak hanya mengakomodasi kader partai politik masuk dalam kabinet nanti, tetapi juga kalangan profesional.
Dalam hal ini, maka SBY harus menjaga keseimbangan antara kader partai koalisi dan para profesional.
"Meskipun kita tidak bisa mendikotomikan antara kader partai politik dan para profesional, tarik-menarik kepentingan dalam pembentukan kabinet akan tetap ada," katanya.
Menurut Nurmandi, dalam pemerintahan nanti SBY membutuhkan orang yang memiliki pemikiran ekonomi mikro, karena SBY lebih berpikir makro, demikian pula dengan Boediono.
"SBY-Boediono cenderung berpikir tentang nilai tukar, inflasi dan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Padahal, menurut dia, yang dirasakan masyarakat secara langsung adalah hal-hal mikro, seperti gaji buruh, infrastruktur yang rusak dan harga sembako (sembilan bahan kebutuhan pokok).
Ia mengatakan meskipun SBY-Boediono sukses memenangi Pemilu Presiden 2009 dengan perkiraan jumlah perolehan suara 50 persen lebih, diperkirakan hal itu tidak akan membuat sistem presidensial di Indonesia menjadi semakin kuat.
"Anggota DPR RI saat ini dipilih dengan perolehan suara terbanyak, sehingga tingkat keterikatan pada partai politik relatif lebih rendah. Hal ini akan membuat partai politik susah mengendalikan anggota DPR," katanya.
Apalagi, menurut dia, jumlah partai politik yang relatif banyak tidak ideal bagi sistem presidensial. "Meskipun ada koalisi, tidak ada jaminan bahwa koalisi partai politik akan solid. Hal itu akan berpengaruh pada kinerja pemerintahan periode 2009-2014," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009