"Toh masyarakat sudah membuktikan secara rasional memilih capres-cawapresnya dan pemilu berjalan lancar, aman serta tertib. Kalaupun ada temuan kecurangan tidak siginifikan,"katanya, Jumat
Diakui Dosen Universitas Indonusa Esa Unggul ini, untuk membangun sebuah demokrasi yang utuh dan bulat, apalagi pemilu presiden 2009n secara langsung memang sangat tidak mungkin. "Di dunia manapun, memang tidak mungkin membangun demokrasi secara utuh tanpa kekurangan," tambahnya.
Yang jelas, lanjut Irman, kekurangan dan kelemahan pemilu presiden 2009 itu ada pasti ada. Hanya saja, katanya, selama kekurangan-kekurangan itu tidak signifikan dan tidak mempengaruhi kemenangan satu pasangan capres. Maka dianggap selesai dengan sendirinya.
"Lho, kalau memang memiliki bukti-bukti adanya kecurangan, lebih baik disampaikan bukti-bukti itu ke Mahkamah Konsititusi," ungkapnya.
Sebaiknya, terang Irman lagi, lawan politik yang kalah dalam pilpres tidak bermain dalam pembentukkan opini di media massa. Tinggal diajukan saja ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Ajukan saja kecurangan itu ke MK dan jangan bermain opini di media massa," paparnya.
Lebih jauh Irman memberi contoh kejadian pemilu presiden 2004, dimana pasangan pasangan capres-cawapres Wiranto-Sholahudin menggugat pasangan Mega-Hasyim ke Mahkamah Konstitusi. "MK memang menemukan adanya kecurangan, namun karena kecurangan itu tidak signifikan, maka itu tidak berpengaruh," jelasnya.
Oleh karena, tambah Irman, dia menyarakan bukti kecurangan yang tidak signifikan sebaiknya tidak usah diajukan ke MK. "Pada pilpres 2004 perbedaan suara antara Megawati dan Wiranto hanya sebesar 5 juga suara. Itu saja tidak dikabulkan MK," cetusnya.
Dijelaskan lagi, apalagi pilpres 2009 sekarang dimana perbedaan perolehan suaranya sudah terlalu jauh." Ini pekerjaan sia-sia karena sudah ada keputusan MK yang sama yang bersifat final," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009