"Seperti transfusi pada umumnya bahwa memang darah manusia itu tidak boleh diperjualbelikan," kata Eida Marpaung dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Indonesian Clinical Training and Education Center (ICTEC) dan Bagian Penelitian RSCM-FKUI di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pakar: Terapi plasma darah COVID-19 menjanjikan
Baca juga: Ahli: Terapi plasma darah untuk pasien COVID-19 bergejala berat
Peraturan yang sekarang ada untuk proses transfusi darah, kata dokter dari Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD) RSCM itu, juga berlaku untuk plasma darah, yaitu yang digantikan oleh pasien adalah biaya pengolahan darah, meski hal itu tidak berlaku untuk penelitian.
Terapi plasma darah adalah jenis terapi yang ditujukan untuk pasien COVID-19 dengan gejala berat. Metode yang dilakukan untuk terapi ini adalah dengan mengambil plasma konvalesen dari pasien positif COVID-19 yang sudah dinyatakan sembuh selama empat pekan.
Plasma dari darah tersebut akan ditransfusi ke pasien dengan gejala berat dengan tujuan antibodi dalam plasma akan bekerja membantu menetralisasi virus yang ada di dalam tubuh.
Baca juga: RS Inggris uji coba pengobatan plasma darah pasien COVID-19
Dia menegaskan bahwa donor yang diterima adalah yang diberikan secara sukarela. Dalam rangka penelitian terapi plasma darah, yang sekarang tengah dilakukan di Indonesia, pasien penerima terapi juga tidak akan dibebankan apapun.
Sebelumnya Tim Peneliti Plasma Konvalesen RSCM/FKUI tengah mengumpulkan pasien COVID-19 yang sudah sembuh untuk secara sukarela menyerahkan plasma darah yang akan digunakan untuk mengobati pasien dengan gejala berat.
Untuk menjadi pendonor, sukarelawan harus menyertakan beberapa protokol kesehatan seperti melakukan swab COVID-19 dan dinyatakan negatif.
Baca juga: Ahli: Plasma konvaselen hanya digunakan untuk golongan darah yang sama
Baca juga: Bio Farma kembangkan plasma darah untuk penyembuhan COVID-19
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020