Asgar Can, yang tinggal di pengasingan di Jerman --tempat organisasi itu berpusat, mengatakan, "Sebagian orang telah memberi tahu kami 600 (orang tewas), yang lain telah mengatakan 800. Kami memperkirakan bahwa jumlah itu adalah antara 600 dan 800".
Ia menyatakan perkiraan tersebut dilandasi atas perhitungan saksi mata mengenai kerusuhan itu.
China telah menyatakan bahwa 156 orang tewas dalam bentrokan di Urumqi, Ahad. Lebih dari seribu orang cedera.
Pemerintah, Rabu, menyatakan situasi sekarang "dapat dikendalikan" setelah ribuan prajurit memasuki kota tersebut dalam upaya mencegah kerusuhan lebih lanjut.
Beijing telah menyalahkan pemimpin Uighur, Rebiya Kadeer, menghasut kerusuhan itu, tuduhan yang dibantah keras.
Rebiya, Rabu, malah menuduh kebijakan China sebagai pangkal kerusuhan di Xinjiang, dan menyatakan korban jiwa akibat kerusuhan tersebut "jauh lebih banyak" dibandingkan dengan 156 yang dinyatakan oleh Beijing.
Dalam wawancara dengan radio BBC, Rebiya --Presiden Kongres Uighur Dunia-- membantah tuduhan resmi China bahwa dialah dalang kerusuhan itu, dan mengatakan tampaknya lebih banyak orang Uighur yang gugur dibandingkan dengan Han China.
"Orang yang bertanggung jawab atas serangan ini adalah Wang Leguan, Kepala Partai Komunis Xinjiang, dan juga kebijakan pemerintah," katanya.
Delapan juta orang Uighur di Xinjiang merupakan separuh penduduk di wilayah tersebut, daerah pegunungan dan gurun luas yang kaya akan sumber alam dan berbatasan dengan Asia Tengah.
Masyarakat yang berbicara bahasa Turki itu telah lama mengeluh mengenai penindasan dan diskriminasi di bawah kekuasaan China, tapi Beijing berkeras pemerintah telah menyalurkan kemakmuran ekonomi ke wilayah tersebut.
"Dalam delapan tahun belakangan, orang Uighur dicap sebagai separatis, teroris dan ekstremis. Akibat propaganda dari pemerintah China ini, rakyat China mulai percaya bahwa orang Uighur adalah musuh dan mereka mulai membenci orang Uighur," kata Rebiya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009