Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan stimulus maksimal pada 2010 sebesar 1,6 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Saya mengharapkan apalagi kalau `growth` (pertumbuhan) semester dua sudah membaik, 2010 itu stimulusnya antara 1 dan maksimal 1,5 atau 1,6 persen (dari PDB). Itu sudah memadai untuk ciptakan stimulus ekonomi," katanya di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, di 2010, kebijakan ekonomi harus difokuskan untuk mendukung sektor riil agar dapat berjalan dengan baik termasuk stimulus sektor ini. Untuk itu menurut dia, ke depan diperlukan intervensi yang selektif oleh pemerintah guna menggerakan sektor riil.

"Jadi sektor-sektor riil akan diintervensi secara selektif dengan instrumen fiskal yang transparan. Kalau makro sudah relatif stabil sehingga tidak perlu diubah. Yang perlu diintervensi itu sektor riil," katanya.

Ia mencontohkan sektor tekstil yang mengalami stagnasi karena mesin-mesinnya tua, sehingga perlu revitalisasi. Untuk itu pemerintah melakukan subsidi kredit kepada perusahaan tekstil yang mau merevitalisasi mesinnya.

"Kita juga melakukan secara selektif kepada industri seperti industri pabrik gula juga pabrik pupuk," katanya.

Disisi lain menurut dia, perlu menumbuhkan kebijakan yang menciptakan iklim kondusif bagi investasi seperti proyek 10 ribu MW dan lainnya.Selain itu juga mendorong pemerintah daerah untuk ikut berpartisipasi memberikan iklim yang kondusif.

"Fokus pemerintah adalah policy atau kebijakan kondusif karena permintaannya besar. Sekarang juga membuat bagaimana pemda bisa mengakselerate (mempercepat) masalah pembebasan tanah dan menghapus peraturan-peraturan yang tidak baik," katanya.

Ia menambahkan, bila pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun-tahun mendatang terus berada 5-6 persen maka investasi akan masuk ke Indonesia mengingat pasarnya menjadi semakin menarik dimana pendapatan perkapita telah mendekati 3000 dolar AS.

"Apalagi adanya isu nasionalisme, dengan pasar yang menarik, mereka akan menginvestasikan ke Indonesia," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009