Sejak merebaknya COVID-19, banyak mitra Belt and Road telah menyampaikan sikapnya agar meneruskan kerja sama dengan China. China sedang menyalurkan bantuan semampu mungkin pada negara-negara yang ikut pembangunan Belt and Road

Jakarta (ANTARA) - Produk Domestik Bruto (PDB) China pada kuartal pertama tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 6,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, akibat dampak dari penyebaran virus corona jenis baru COVID-19.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa COVID-19 telah membawa dampak tertentu bagi perkembangan ekonomi dan sosial di China. Akibat pandemi tersebut, PDB China pada triwulan pertama mengalami penurunan 6,8 persen ketimbang tahun yang lalu,”kata Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian, dalam konferensi pers yang digelar secara daring di Jakarta, Selasa.

Selain pada PDB, penurunan juga terjadi pada volume impor dan ekspor barang China yakni sebesar 6,4 persen.

Meski demikian, Dubes Xiao meyakini bahwa dampak ekonomi dari COVID-19 di China itu bersifat jangka pendek, eksternal, dan dapat dikendalikan.

“Seiring dengan tindakan pencegahan dan pengendalian China semakin menampilkan hasilnya, pemulihan produksi dan kehidupan sehari-hari terus dipercepat,” ujarnya.

Baca juga: China sumbangkan Rp309 miliar ke WHO, dukung penangguhan utang
Baca juga: 350 ribu perusahaan di China dapat pinjaman berbunga rendah

Dia menjelaskan bahwa beberapa indikator ekonomi utama menunjukkan kecenderungan untuk naik pada bulan Maret, termasuk Indeks Manajer Pembelian yang mencapai 52 persen atau meningkat 16,3 poin dibanding bulan Februari, Indeks Aktivitas Bisnis Non-Manufaktur yang meningkat 22,7 poin menjadi 52,3 persen.

Selain itu, pemerintah China juga mencatat adanya pertumbuhan pada beberapa pendorong ekonomi yang baru, seperti nilai tambah industri strategis baru dan industri manufaktur berteknologi tinggi masing-masing meningkat sebesar 5,9 persen dan 9 persen.

“Dalam rangka mengatasi dampak negatif akibat wabah COVID-19, pemerintah China mempertahankan prinsip mengejar kemajuan sambil memastikan stabilitas,” ujar Dubes Xiao.

Dalam upaya untuk mengejar kemajuan dengan mempertahankan stabilitas, dia menyebut ada lima langkah yang diambil oleh pemerintah China, pertama yakni dengan meningkatkan rasio defisit, menerbitkan obligasi pemerintah khusus untuk mendukung upaya melawan COVID-19 dan menambah penerbitan obligasi pemerintah daerah dan mengimplementasikan kebijakan fiskal.

Kedua adalah instrumen seperti pemotongan rasio cadangan wajib, penurunan suku bunga dan reloans yang harus sepenuhnya dimanfaatkan untuk memastikan likuiditas yang wajar dan memadai.

Melepaskan potensi konsumsi dan investasi guna memperluas permintaan domestik menjadi langkah ketiga, di mana pemerintah China berencana untuk meningkatkan konsumsi sipil, konsumsi umum, dan pengeluaran di bidang infrastruktur tradisional, infrastruktur baru, industri strategis baru dan investasi swasta.

Sementara langkah keempat adalah membantu kalangan usaha, khususnya UKM untuk melewati kesulitan dengan memotong pajak dan biaya serta menurunkan biaya sewa dan rumah, dan langkah kelima adalah menjaga stabilitas dan kompetensi rantai industri dan rantai suplai.

Lebih lanjut, Dubes Xiao juga memberikan pernyataan terkait dampak COVID-19 terhadap pembangunan proyek-proyek Belt and Road yang dicanangkan oleh China.

“Sejak merebaknya COVID-19, banyak mitra Belt and Road telah menyampaikan sikapnya agar meneruskan kerja sama dengan China. China sedang menyalurkan bantuan semampu mungkin pada negara-negara yang ikut pembangunan Belt and Road,” kata dia.

Baca juga: Saham-saham di China berakhir naik, ditopang data ekonomi kuartal I
Baca juga: COVID-19, China, dan "hiu keuangan" dunia

Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020