Jakarta (ANTARA) - Pengusaha nasional Emil Arifin meminta agar perihal pembayaran pajak usaha bisa disederhanakan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang tengah dibahas.

"Dalam UU ini, pajaknya dikeluarkan di satu tempat saja, jadi tidak ada pajak pusat, pajak daerah, retribusi daerah. Cukup satu rekening saja," kata pengusaha restoran itu dalam rapat dengar pendapat umum dengan Badan Legislasi DPR RI di Jakarta, Selasa.

Emil bercerita satu kasus mengenai kenaikan tiba-tiba pajak hiburan di kawasan Puncak, Jawa Barat, yang ternyata diketahui merupakan permainan oknum pemerintah daerah.

Kenaikan pajak hiburan itu mencapai hingga 75 persen yang tentu saja sangat memberatkan kalangan pengusaha.

Baca juga: Legislator ingatkan pemerintah hati-hati terapkan pajak digital

"Maka sebaiknya pembayaran pajak satu pintu saja," katanya.

Emil yang merupakan pemilik konglomerasi bidang perdagangan hingga peternakan itu menuturkan masalah perpajakan hanya satu dari banyaknya hambatan bisnis di Indonesia.

Ia mengungkapkan besarnya minat pengusaha asing untuk menanamkan modal di Indonesia karena banyaknya sumber daya alam dan pasar yang besar di Tanah Air. Sayangnya, tepat saat akan masuk, investor sudah disambut dengan banyaknya rintangan baik di pusat maupun daerah.

Sementara itu, Direktur Institute of Developing Entrepreunership Sutrisno Iwantono, yang juga hadir dalam RDPU itu menuturkan skema pembayaran pajak memang perlu disederhanakan administrasinya, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Baca juga: Pengamat: Prioritaskan UMKM dalam RUU Cipta Kerja

"Perpajakan perlu disederhanakan administrasinya karena membuat laporan itu susah. Dengan tingkat pajak final, masih lumayan. Tapi itu kan hanya tiga tahun. Setelah tidak, dia harus ada laporan pembukuan, di mana itu tidak bisa dipenuhi karena harus mengangkat akuntan yang biayanya cukup besar," katanya.

Menurut dia, masalah perpajakan harus jadi perhatian agar UMKM bisa bertahan dan mampu berkompetisi di tengah pasar yang ada saat ini.

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020