Jakarta (ANTARA News) - Es di laut Kutub Utara telah menipis secara dramatis sejak 2004, dan es yang lebih tua serta lebih tebal pecah dan membuka jalan bagi es yang lebih muda dan lebih tipis, yang mencair pada musim panas di Bumi belahan utara, demikian laporan beberapa ilmuwan di lembaga antariksa AS, NASA, Selasa.

Para peneliti selama bertahun-tahun telah mengetahui bahwa es yang menutupi Laut Kutub Utara telah menyusut di satu daerah, tapi data baru satelit yang mengukur ketebalan es memperlihatkan volume es laut juga menyusut.

Itu penting karena es yang lebih tebal dan lebih ulet dapat bertahan dari musim panas ke musim panas berikutnya.

Tanpa lapisan es, perairan gelap Laut Kutub Utara lebih mudah menyerap panas sinar Matahari dan bukan memantulkannya sebagaimana terjadi pada es yang berwarna cerah, sehingga menambah kecepatan dampak pemanasan.

Melalui laporan yang dikirimkan pesawat antariksa ICESat, yang digunakan NASA, para ilmuwan menggambarkan bahwa secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17,78 centimeter) per tahun sejak 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67 meter) selama empat musim dingin. Temuan mereka dilaporkan di "Journal of Geophysical Research-Oceans".

Seluruh daerah yang tertutup es yang lebih tua dan lebih tebal yang sintas setidaknya selama satu musim panas kini menyusut sebanyak 42 persen.

Di luar itu, data baru satelit memperlihatkan bahwa bagian es tua yang keras menipis secara bersamaan dengan meningkatnya jumlah es muda yang rapuh, keterangan yang sulit dilihat dengan jelas dari data sebelumnya.

Pada 2003, sebesar 62 persen dari seluruh volume es di Kutub Utara tersimpan di dalam lapisan es selama bertahun-tahun dan 38 persen es musiman pada tahun pertama. Sampai tahun lalu, 68 persen adalah es tahun pertama dan 32 persen es tahun-tahun berikutnya yang lebih keras.

Tim peneliti itu mengatakan, kelainan dan pemanasan global belakangan ini diduga di dalam sirkulasi es laut sebagai penyebabnya.

"Kita kehilangan lebih banyak es tua, dan itu penting," kata Ron Kwok dari "Jet Propulsion Laboratory" di Pasadena, California, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters.

"Pada dasarnya kami mengetahui berapa banyak daerah tersebut menyusut, tapi kami tidak mengetahui seberapa tebal."

Untuk mengetahui volume es itu, pesawat antariksa NASA, ICESat, mengukur seberapa tinggi es tersebut mencuat di atas permukaan laut di Kutub Utara, kata Kwok dalam satu wawancara telefon.

"Jika kami mengetahui seberapa banyak es mengambang di atas, kami dapat menggunakan itu untuk menghitung sisa ketebalan es tersebut," kata Kwok.

Sekitar sembilan-persepuluh es itu berada di bawah air, katanya.

Pengukuran ICESat tampaknya mencakup seluruh Kutub Utara, dan semua itu digabungkan dengan pengukuran volume es yang dilakukan oleh kapal selam, yang hanya mencakup beberapa kali perjalanan di seluruh daerah tersebut.

Es Laut Kutub Utara mencair sampai tingkat paling rendah keduanya tahun lalu, naik sedikit dari tingkat rendahnya sepanjang waktu pada 2007, demikian Pusat Data Es dan Salju AS

Es Kutub Utara adalah satu faktor dalam pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin di kedua kutub Bumi dan udara hangat di sekitar Khatulistiwa menggerakkan arus udara dan air, termasuk arus yang memancar. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009