Medan, (ANTARA News) - Pengingkaran janji dalam masa kampanye tidak dapat dituntut secara hukum sehingga masyarakat harus pintar dan jeli.

"Janji kampanye hanya dapat dituntut secara moral, sedangkan secara hukum tidak bisa (dituntut) sama sekali," kata Dekan dan Guru Besar Fakultas Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, MHum di Medan, Kamis.

Menurut Sitepu, janji dalam kampanye sifatnya sangat abstrak dan relatif sehingga sulit dicari delik hukumnya jika dianggap tidak direalisasikan.

Ia mencontohkan janji untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat yang sulit ditentukan barometernya dalam kehidupan sehari-hari.

Janji kampanye juga sulit dituntut secara hukum meskipun diwujudkan dalam kontrak politik yang ditandatangani di atas kertas.

Pejabat yang berjanji itu akan dengan mudah melakukan pengingkaran dengan "mengkambinghitamkan" kondisi atau sulitnya birokrasi dalam merealisasikan janji kampanyenya.

"Masyarakat harus dapat membedakan janji politik yang sekedar untuk menarik simpati dan penuh kebohongan atau janji yang sungguh-sungguh dan dapat direalisasikan.Saya yakin, masyarakat sudah mulai pintar karena pernah menerima janji-janji politik sebelumnya," kata Sitepu.

Pendapat serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif Slokantara Institut, Drs. Ansari Yamamah, MA yang menyatakan masyarakat tidak dapat menuntut realisasi janji politik dalam kampanye secara hukum.

Menurut Ansari, masyarakat juga perlu melihat garis perjuangan dan pengorbanan seseorang terhadap masyarakat sebelum proses kampanye itu terjadi.

"Dengan melihat 'track record' dan garis perjuangan seseorang, masyarakat akan dapat menilai apakah janji yang diucapkan akan direalisasikan atau sekadar janji palsu," katanya.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009