Bogor (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Kusmayanto Kadiman mengatakan bahwa diversifikasi pangan menjadi penting untuk dikembangkan, khususnya melalui pengembangan teknologi pangan berbasis non-beras.
"Pengembangan itu, baik untuk memberikan sentuhan teknologi pada existing products (produk yang ada)," katanya dalam sambutan yang disampaikan Staf Ahli Menristek Bidang Pangan dan Kesehatan, Dr Liestyani Wijayanti di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga, Senin.
Dalam sambutan pemberian penghargaan kepada lima mahasiswa S-1 Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB yang menjadi juara III kompetisi inovasi pangan tingkat dunia di Anaheim, California, Amerika Serikat (AS) pada tanggal 8 Juni 2009, Menristek mengatakan bahwa
diversifikasi pangan adalah isu penting yang terkait dengan ketahanan
pangan.
Di Indonesia, kata dia, ketahanan yang mencakup ketersediaan, keterjangkauan, kesejahteraan sosial, mutu dan keamanan, masih memerlukan kerja keras untuk dapat dicapai, dan salah satunya adalah
karena ketergantungan yang sangat tinggi terhadap beras.
Sementara itu, kata dia, di beberapa daerah yang terbiasa mengkonsumsi pangan non-beras, masyarakat justru mulai meninggalkan pangan tersebut karena berbagai alasan, antara lain penyiapannya yang lama, dan hal itu benar, misalnya untuk "bassang" (Makassar) dan "bose" (Nusa Tenggara Timur), dan sebagainya.
Dengan kondisi itulah, ia sekali lagi menekankan pentingnya
diversifikasi pangan untuk terus menerus dikembangkan, termasuk dalam hal penelitiannya.
Kementerian Ristek menghargai spin off dari apa-apa yang telah dihasilkan melalui penelitian Rusnas (Riset Unggulan Strategis Nasional), baik dalam bentuk industrialisasi, komersialisasi maupun yang lainnya.
Contoh adalah ide kreatif penelitian para mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta IPB, yang akhirnya menjadi juara III kompetisi inovasi pangan tingkat dunia itu.
"Tim mahasiswa IPB itu, dengan memanfaatkan hasil riset Rusnas, telah mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia dengan menjadi juara III," katanya.
Kementerian Ristek, katanya, merasa bangga karena melalui Rusnas
menjadi bagian penting dalam kemenangan tim mahasiswa tersebut, dan mengucapkan selamat kepada para mahasiswa.
Kementerian juga berharap agar kemenangan itu lebih mendorong para peneliti, khususnya bidang diversifikasi pangan untuk terus melanjutkan penelitian, yang sangat penting dalam menciptakan ketahanan pangan yang diidam-idamkan bersama.
Lima mahasiswa Fateta IPB yang berprestasi dunia itu adalah Galih
Nugroho, Ari Try Purbayanto, Riza Aris Apriady, Kamalita Pertiwi, dan Catherine Haryasyah.
Duta Indonesia itu mampu bersaing dengan 16 tim dari berbagai negara dunia seperti China, Italia, Afrika Selatan, Belanda, Lebanon, serta negara lainnya dan masuk dalam tiga terbaik.
Pemenang pertama mahasiswa Master (S2) dari Universitas Wageningen, Belanda yang mengusung judul "Sormite" (bubur sorgum dan serangga), dan juara kedua adalah mahasiswa dari Universitas Pretoria, Afrika Selatan yang membawa produk makanan pendamping ASI (air susu ibu) dari labu.
Pada ajang kompetisi yang diselenggarakan oleh perkumpulan ahli teknologi pangan dunia di Anaheim, California, AS 8 Juni 2009 itu, Indonesia memaparkan hasil penelitian berjudul "Mie Jagung Instan Tinggi Protein dan Kaya Besi bagi Wanita Hamil untuk Menghindari Hilangnya Generasi di Asia Tenggara" (Healthy InstanNoodle from Corn with High Protein and Rich for Pregnant Women toPrevent loss General in Sout East Asia).
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009