Herat (ANTARA) - Otoritas di Afghanistan pada Minggu mulai mencari jasad sejumlah warganya, yang pekerja migran, di Sungai Harirud sebagai tindak lanjut atas laporan yang menyebutkan polisi penjaga perbatasan Iran menyiksa dan mendorong mereka ke sungai.

Aksi itu diduga dilakukan polisi perbatasan guna mencegah para pekerja migran asal Afghanistan masuk ke Iran.

Kementerian Luar Negeri Afghanistan lewat pernyataan tertulis pada Sabtu (2/5) mengatakan penyelidikan terhadap laporan itu telah dilakukan.

Seorang pejabat senior di Istana Kepresidenan di Kabul mengatakan pemeriksaan awal menunjukkan sedikitnya 70 warga Afganistan berusaha masuk ke Iran melalui perbatasan di Provinsi Herat. Namun, katanya, mereka disiksa dan ditenggelamkan ke Sungai Harirud.

Sungai Harirud merupakan wilayah perbatasan antara Afghanistan, Iran, dan Turkmenistan.

Sejumlah dokter di Rumah Sakit Distrik Herat mengatakan mereka telah menerima jasad para migran itu. Beberapa di antaranya tewas karena tenggelam.

"Sejauh ini ada lima jasad yang dibawa ke rumah sakit. Di antara jasad-jasad itu, empat di antaranya jelas tewas karena tenggelam," kata Aref Jalali, Kepala Rumah Sakit Distrik Herat.

Konsulat Iran di Herat menyangkal tuduhan penyiksaan dan penenggelaman puluhan pekerja migran oleh polisi perbatasan.

"Penjaga perbatasan Iran tidak menahan warga Afghanistan," kata pihak konsulat lewat pernyataan tertulis, Sabtu. Pejabat kedutaan Iran di ibu kota Afghanistan, Kabul, belum dapat dimintai keterangan terkait insiden itu.

Noor Mohammad mengatakan ia adalah satu dari 57 warga Afghanistan yang ditangkap petugas perbatasan, Sabtu. Para pekerja dari Distrik Gulran, Herat, itu berupaya menyeberang ke Iran guna mencari kerja.

"Setelah disiksa, tentara Iran mendorong kami semua ke Sungai Harirud," kata Mohammad.

Shir Agha, yang selamat dari insiden itu, mengatakan sedikitnya 23 orang dari 57 yang ditenggelamkan ke sungai oleh tentara Iran, tewas.

"Sejumlah tentara Iran memberi peringatan jika kami tidak lompat ke sungai, kami akan ditembak," kata Agha.

Sejumlah pejabat yang berwenang di Afghanistan mengatakan insiden itu bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, beberapa warga ada yang disiksa dan dibunuh polisi penjaga perbatasan Iran yang menjaga garis sepanjang 920 kilometer.

Gubernur Herat Sayed Wahid Qatali lewat unggahannya di Twitter ke para pejabat Iran mengatakan, "Rakyat kami bukan sekadar nama yang Anda buang ke sungai. Suatu hari kami akan menuntut tanggung jawab".

Insiden itu diyakini dapat memicu krisis hubungan diplomatik antara Iran dan Afghanistan. Selama pandemi COVID-19, banyak pekerja migran pulang ke Afghanistan dan sebagian besar dari mereka positif mengidap COVID-19.

Lebih dari 2.000 warga Afghanistan menyeberangi perbatasan dari Iran, salah satu wilayah penyebaran COVID-19 dunia, ke Herat.

Per Minggu, setidaknya 541 orang di Provinsi Herat, dinyatakan positif tertular virus. Dari angka itu, 13 di antaranya meninggal dunia. Mayoritas pasien positif, menurut otoritas setempat, merupakan warga yang pulang dari Iran, kata Rafiq Shirzad, juru bicara Kementerian Kesehatan di Herat.

Sumber: Reuters


Baca juga: Kasus kematian 71 migran di Austria, 4 pelaku dipenjara seumur hidup

Baca juga: Bulgaria akan kembalikan pendatang Afghanistan ke Yunani

Baca juga: Iran perpanjang visa bagi 450.000 pengungsi Afghanistan

Agar pekerja migran ilegal tak sebarkan virus COVID-19

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020