Pada debat capres bertajuk "NKRI, Demokrasi, dan Otonomi Daerah" di Balai Sarbini, Jakarta, Kamis malam, Yudhoyono mengakui memang terdapat perkembangan otonomi daerah yang kurang baik.
Namun, menurut dia, hal itu bukan menjadi alasan untuk kembali kepada kebijakan sentralisasi dengan semua kewenangan berada di pemerintah pusat.
"Saya tidak melihat pentingnya penarikan kembali kewenangan yang telah diberikan kepada daerah, sebab banyak yag belum baik implementasinya bisa jadi karena `good governance` yang kurang baik," tuturnya.
Otonomi daerah yang telah dilakukan selama sepuluh tahun, lanjut Yudhoyono, juga ada yang dapat berjalan baik dan membawa perbaikan kepada daerah.
"Ke depan, menurut saya, apa yang sudah baik ditingkatkan dan dilanjutkan. Apa yang kurang kita lihat, misalnya apakah perlu pembangunan kapasitas di daerah itu," ujarnya.
Sedangkan untuk memuluskan kebijakan pusat yang seringkali tidak jalan karena otonomi daerah, Yudhoyono berpendapat tidak diperlukan suatu badan khusus di tingkat nasional yang menggerakkan kebijakan pemerintah pusat.
Yang dibutuhkan, menurut dia, adalah evaluasi yang obyektif dari pelaksanaan sepuluh tahun otonomi daerah guna mengetahui penyebab macetnya kebijakan pemerintan pusat.
Pola pikir yang cenderung tercetak sejak lama, kata dia, adalah pemerintah pusat yang telalu ingin mengatur dan daerah yang hanya menunggu.
"Inilah yang harus dipecahkan bersama," ujarnya.
Dalam debat dimoderatori oleh Dekan Fisipol UGM Pratikno itu, Yudhoyono juga mengemukakan pendapatnya tentang pemekaran daerah.
Selama memerintah hampir lima tahun, Yudhoyono mengatakan selama dua tahun terakhir ia memberhentikan pemekaran daerah sambil menunggu desain besar pembentukan kabupaten/kota di Indonesia.
"Grand Design harus jelas dulu, mau berapa kabupaten/kota, dengan jumlah sesuai dengan jumlah penduduk," ujarnya.
Pemekaran daerah, lanjut dia, jangan hanya menguntungkan elit tertentu yang mendapatkan kursi kepala daerah namun akhirnya justru masyarakat setempat yang tidak diuntungkan.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009