Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu DPR Ferry Mursyidan Baldan mengingatkan KPU agar mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilu legislatif, karena jika mamatuhi justru lembaga penyelenggara Pemilu itu melanggar UU Pemilu.

"KPU harus mengabaikan keputusan MK. Bila KPU melaksanakan keputusan MK, maka hal itu justru melanggar UU karena MK hanya berwenang untuk memutus perkara perselisihan dalam Pemilu legislatif dan bukan soal legal standing," kata Ferry dalam diskusi "Menyikapi Putusan MK tentang Hasil Pemilu Legislatif" di ruang wartawan DPR di Jakarta, Kamis.

Menurut Ferry, kewenangan penuh untuk menentukan siapa yang mendapatkan kursi di lembaga legislatif berdasarkan hasil Pemilu ada pada KPU dan bukan MK.

Sementara dari pihak penggugat, menurut dia, subyektivitas mereka adalah bagaimana agar keputusan KPU menjadi batal dan kemudian pihak penggugat mendapatkan keuntungan meraih kursi.

"Kalau hal-hal seperti itu kemudian menjadi dasar bagi keputusan MK, maka rusak negeri ini," ujarnya.

Hal senada juga dikemukakan mantan Hakim Konstitusi Prof HAS Natabaya. Ia mengatakan bahwa yang diuji MK dalam persidangannya adalah bagaimana KPU menerapkan aturan yang sudah dibuatnya dan bukan persoalan sengketa hasil Pemilu.

"Padahal obyeknya itu seharusnya adalah hasil Pemilu yang mempengaruhi perolehan kursi," ujarnya.

Dikatakannya pula bahwa jika MK memutuskan berbeda dengan porsi yang ada, artinya MK sudah berfungsi menjadi legislator seperti halnya DPR.

Pembicara lainnya Benny K Harman dari Indonesia International Studies (IIS) mengatakan bahwa keputusan akhir penentuan kursi ada pada KPU dan bukan MK. Selain itu, katanya, MK juga tidak punya kewenangan untuk menafsirkan UU.

"MK telah merampok kewenangan yang sebenarnya dimiliki oleh lembaga lain, yakni KPU. MK hanya berwenang untuk menafsirkan pasal-pasal yang terdapat dalam UUD (konstitusi), sementara yang berwenang untuk menafsirkan UU adalah pemerintah," paparnya.

Mantan anggota Komisi III DPR ini menduga bahwa keputusan MK disalahgunakan untuk kepentingan politik.

"Apakah betul keputusan MK ini basisnya untuk menegakkan prinsip-prinsip konstitusionalisme, atau apakah berbau kepentingan politik yang sarat kekuasaan. Saya khawatir alasan di balik keputusan MK tersebut lebih condong kepada poin yang kedua (berdasarkan kepentingan politik)," katanya.

Dengan demikian, lanjut dia, KPU tidak perlu loyal kepada MK bila tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Apalagi, UU jelas-jelas memberikan kewenangan kepada KPU, bukan MK.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009