Responden yang dilibatkan sebanyak 886 orang dengan usia di atas 17 tahun
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP) dalam surveinya mengklaim mayoritas warga puas atas respon Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penanganan COVID-19 dengan persentase 80,70 persen, sementara 19,30 persen lainnya tidak puas dengan alasan tertentu.
Direktur LKSP Astriana B. Sinaga dalam keterangannya, Sabtu, menyatakan kepuasan warga terhadap respon Pemprov DKI Jakarta dalam hal bertindak cepat mengantisipasi penyebaran wabah COVID-19, dukungan terhadap tenaga kesehatan yang merawat pasien, dan menyiapkan bantuan sosial bagi warga Jakarta dan pendatang yang terdampak COVID-19.
Baca juga: 100 pegawai Kejati DKI jalani tes cepat deteksi COVID-19
Baca juga: DPRD: Pemprov harus cukupi makan-berteduh pekerja terdampak COVID-19
Baca juga: Sepekan, evaluasi PSBB hingga peringatan Hari Buruh Internasional
Sementara itu, warga yang tidak puas menyebut beberapa aspek yang perlu ditingkatkan Pemprov, yakni kurang cepat pelayanan (54,07 persen), kurang responsif terhadap keluhan (30,23 persen), dan kurang terbuka (15,70 persen).
"Survei persepsi warga perlu dilakukan secara berkala, termasuk dalam suasana darurat kesehatan tersebarnya wabah. Agar kita mengetahui kondisi nyata dan persepsi warga terhadap kondisi yang berkembangan," kata Astriana.
Survei LKSP dilakukan pada 14-18 April 2020 di seluruh wilayah DKI Jakarta (44 kecamatan) yang melibatkan 886 responden yang dimintai pendapatnya berusia 17 tahun ke atas. Penentuan jumlah responden menggunakan metoda Krejcie-Morgan dengan margin of error 2.829 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Responden ditentukan secara acak dan proporsional pada tiap kabupaten/kota. Responden mengisi daftar pertanyaan secara daring, setelah dipastikan terkontak secara individual.
Anggota Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Ahmad Yani menyebut survei tersebut menggambarkan kondisi yang sebenarnya saat ini. Namun menurutnya perlu diberikan catatan antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait persepsi masyarakat mengenai kekurangan dan ketidakpuasan terhadap kinerja pemprov DKI sebesar 19.03 persen.
"Jika dilihat lagi lebih merupakan kewenangan pusat," kata Yani saat dihubungi.
Kinerja pemprov DKI sendiri, menurutnya sudah maksimal dalam usaha pencegahan COVID-19 di mana sudah mulai melakukan usahanya sejak Januari 2020 dengan terlibat pemantauan penerbangan langsung yang masuk ke Indonesia dari Wuhan. Kemudian disusul pemprov juga mengikuti perkembangan terhadap pasien 01 dan 02 di bulan Februari.
"Pemprov DKI juga, sangat baik dalam melakukan mitigasi wabah COVID-19. Sehingga kebijakan terkait pencegahan bisa lebih responsif jika dibandingkan dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lain. Sayangnya kewenangan pemprov DKI sangat terbatas," ucap dia.
Adapun kekurangan Pemprov DKI, kata Yani, terletak pada sangat terbatasnya jumlah SDM, padahal yang diperlukan dalam penanganan COVID-19, SDM sangat besar dalam waktu yang sangat terbatas sehingga mengakibatkan adanya kesan lamban meski sesungguhnya Pemprov DKI Jakarta telah bekerja dengan baik.
"Sebagai contoh, pembagian sembako untuk warga terdampak. Secara mekanisme sudah sangat baik dengan melibatkan RW dan RT dan diantarkan langsung ke rumah warga sehingga tidak terjadi kerumunan. Namun jumlah yang dibagikan masih terbatas, bukan karena logistik yang terbatas namun lebih kepada pendataan warga yang terdampak," kata dia.
"Sehingga Pemprov DKI Jakarta berinisiatif menggunakan data KJP Plus dan kartu jakarta lansia dengan menyiapkan 1,2 juta paket sembako. Namun ini pun tetap ditindaklanjuti dengan melakukan pendataan warga terdampak wabah COVID-19 dengan melibatkan RT dan RW," tutur Yani menambahkan.
Data survei lainnya
Dalam survei LKSP sendiri, diketahui 90,97 persen warga Jakarta tahu penyebaran wabah COVID-19 dan bersikap waspada; 69,07 persen warga menyatakan siap menghadapi dampak COVID-19; 30,93 persen warga tidak siap dan membutuhkan bantuan berupa: sembako (49,27 persen), agar tersedia dan ongkos hidup (42,70 persen) karena penghasilan berkurang atau berhenti bekerja.
Dari enam wilayah administrasi Jakarta yakni lima kota dan satu kabupaten, tercatat responden asal Jakarta Barat (71,3 persen) dan Jakarta Selatan (70,3 persen) paling tinggi menyatakan kesiapannya. Sementara warga di Kepulauan Seribu sekitar 80,0 persen dan Jakarta Utara 35,2 persen paling tidak siap menghadapi wabah yang masih akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan.
Bahkan bila ditelusuri lebih jauh, warga Jakarta Timur yang paling tidak siap dan memerlukan bantuan sembako paling tinggi di Kecamatan Pulogadung dan Ciracas (masing-masing 50,0 persen) serta Cakung (46,7 persen).
Sedangkan warga yang memerlukan bantuan ongkos hidup paling tinggi di Pasar Rebo (58,3 persen) dan Matraman (54,5 persen).
Lalu untuk warga Jakarta Selatan yang tidak siap dan memerlukan bantuan sembako paling tinggi di Kecamatan Setiabudi (80,0 persen) dan Jagakarsa (75,0 persen).
Warga yang memerlukan bantuan ongkos hidup paling tinggi di Pasar Minggu (53,8 persen) dan beberapa kecamatan (Mampang Prapatan, Pancoran, Pesanggrahan dan Tebet dengan nilai 50,0 persen).
adapun warga yang tidak siap di Jakarta Barat dan memerlukan bantuan sembako di Cengkareng (85,7 persen) dan Kembangan (83,3 persen), serta bantuan ongkos hidup di Kebon Jeruk dan Palmerah (masing-masing 50,0 persen) paling menonjol.
Kemudian, warga yang tidak siap dan memerlukan bantuan di Jakarta Pusat paling tinggi ada di Senen (60,0 persen) dan Cempaka Putih (57,1 persen) untuk bantuan sembako, serta di Kemayoran (62,5 persen) dan Senen (40,0 persen) untuk bantuan ongkos hidup.
Sementara warga Jakarta Utara yang tidak siap dan memerlukan bantuan sembako paling tinggi di kecamatan Cilincing (62,1 persen) dan yang memerlukan bantuan ongkos hidup tinggal di Koja (83,3 persen).
Beberapa kecamatan kurang representatif datanya, yakni Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020