Dengan demikian, masih terdapat potensi penyebaran COVID-19 yang cukup signifikan baik di Jawa dan terlebih di luar JawaJakarta (ANTARA) - Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai implementasi larangan mudik dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 masih setengah hati karena memiliki sejumlah kelemahan.
"Kelemahan pertama, larangan mudik hanya berlaku untuk sarana transportasi yang keluar dan/ atau masuk ke wilayah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), zona merah penyebaran COVID-19, dan wilayah aglomerasi yang ditetapkan sebagai wilayah PSBB," kata Direktur IDEAS Yusuf Wibisono berdasarkan pernyataan yang diterima di Jakarta, Sabtu (2/5).
Yusuf mengatakan ketentuan itu telah membuat larangan mudik nisbi hanya berlaku efektif di Jawa di mana wilayahnya dipenuhi dengan zona merah dan PSBB telah diterapkan di banyak daerah perkotaan termasuk tiga wilayah aglomerasi utama Jawa, yaitu Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya.
Yusuf menambahkan bahwa skenario lebih rumit terjadi ketika pemudik dari daerah PSBB dan zona merah tergoda untuk mudik ke daerah non-PSBB dan non-zona merah, dan sebaliknya, pemudik dari daerah non-PSBB dan non-zona merah berkeras untuk mudik ke daerah PSBB dan zona merah.
Misalnya, pemudik dari daerah utama asal pemudik yaitu Jawa Barat (8 juta orang) dan DKI Jakarta (3,5 juta) dengan Jabodetabek dan Bandung Raya berstatus daerah PSBB, bisa berpotensi tergoda untuk mudik ke daerah utama tujuan pemudik yaitu Jawa Tengah (8,7 juta orang) yang belum menerapkan PSBB, termasuk Semarang Raya dan Solo Raya, atau ke Yogyakarta (1,1 juta orang) yang juga wilayah non-PSBB.
Baca juga: IDEAS ingatkan kebijakan fokus tangani bencana untuk pulihkan ekonomi
IDEAS mencatat daerah utama tujuan pemudik dengan status wilayah nihil PSBB antara lain Sumatera Utara dengan estimasi potensi pemudik mencapai 2,6 juta orang, Lampung (1,5 juta orang) dan Sumatera Selatan (1,4 juta orang).
"Dengan demikian, masih terdapat potensi penyebaran COVID-19 yang cukup signifikan baik di Jawa dan terlebih di luar Jawa," ucap Yusuf.
Larangan mudik yang berfokus di Jawa, terutama Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), yang merupakan episentrum wabah, menurut IDEAS sebetulnya sudah tepat dan akan signifikan menahan potensi ledakan penyebaran COVID-19.
Dalam simulasinya, IDEAS mencatat bahwa mudik adalah fenomena Jawa karena sebagian besar pemudik berasal dari Jawa menuju Jawa. Lebih dari 50 persen pemudik berasal dari Jawa, dan di saat yang sama Jawa menjadi tujuan lebih dari 60 persen pemudik.
Larangan mudik di Jabodetabek akan signifikan menahan eskalasi penyebaran COVID-19 ke berbagai penjuru negeri, terutama Jawa.
Namun, dari 11 juta potensi pemudik Jabodetabek, IDEAS mengestimasikan 1 juta orang akan melakukan mudik intraprovinsi, dan 10 juta orang sisanya melakukan mudik lintas provinsi ke berbagai penjuru Tanah Air, yaitu Jawa (8,4 juta), Sumatera (1,4 juta) dan kawasan Timur Indonesia (0,3 juta).
Baca juga: IDEAS sebut 11,3 juta pekerja formal Jabodetabek sanggup WFH
"Walaupun signifikan di beberapa wilayah, namun ketentuan itu menyimpan celah yaitu masih dimungkinkan mudik antarwilayah non-PSBB dan non-zona merah, termasuk sebagian wilayah di Jawa," tutur Yusuf.
Kelemahan kedua, larangan mudik dikecualikan untuk sarana transportasi darat yang berada dalam satu wilayah aglomerasi. Ketentuan ini berimplikasi diperbolehkan mudik intrawilayah aglomerasi, padahal potensi mudik intrawilayah aglomerasi tidaklah kecil. Hal itu berpotensi melemahkan efektivitas PSBB yang kini diterapkan di tiga wilayah aglomerasi yaitu Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya, ungkap pimpinan lembaga riset itu.
Berdasarkan simulasi IDEAS dari sekitar 11 juta potensi pemudik Jabodetabek, 2,8 juta di antaranya adalah mudik intra-Jabodetabek. Dari 390 ribu potensi pemudik intra-Jabodetabek asal Jakarta, 180 ribu di antaranya mudik intra-Jakarta dan 215 ribu mudik ke Bodetabek.
"Kelemahan ketiga, Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek tetap beroperasi, meski diberlakukan pengaturan PSBB," ujar Yusuf.
Sebagai transportasi massal utama di Jabodetabek, IDEAS menilai operasional KRL berdampak signifikan dalam penyebaran COVID-19.
"Upaya memutus rantai penyebaran COVID-19 di Jabodetabek tidak akan optimal jika KRL terus beroperasi," ucap Yusuf.
Baca juga: Waspadai ledakan COVID-19 jelang Ramadhan, sebut IDEAS
IDEAS memberikan rekomendasi menjelang puncak mudik, yaitu larangan mudik harus dipertegas, agar memperkuat pelaksanaan PSBB terutama di Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya, serta metropolitan luar Jawa seperti Medan, Padang dan Makassar.
Pelarangan mudik secara tegas juga krusial untuk diperluas ke wilayah metropolitan non-PSBB yang merupakan tujuan utama mudik seperti Kedungsepur (Semarang Raya), Kartamantul (Yogyakarta Raya), dan Solo Raya.
"Mengkarantina Jabodetabek dan metropolitan utama lainnya dipastikan akan menurunkan perekonomian nasional secara signifikan. Namun, menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin adalah prioritas kebijakan tertinggi yang tidak dapat ditawar," kata Yusuf mengakhiri.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020