Depok (ANTARA) - Tim Panel Sosial untuk Kebencanaan yang menjalankan sebuah Studi Sosial COVID-19 ke-3 berupa survei “Karantina Wilayah” menunjukkan hasil bahwa 92,8 persen responden menyatakan karantina wilayah perlu dilakukan.
“Hasil survei menyatakan sebanyak 92,8 persen responden setuju untuk melakukan Karantina Wilayah, yang meliputi pembatasan keluar dan masuk suatu wilayah, sebagai tambahan kebijakan sebelumnya yaitu menjaga jarak, perlindungan diri dan diam di rumah," kata Peneliti Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam Tim Panel Studi Sosial COVID-19 Dicky Pelupessy, S.Psi., M.DS., Ph.D. dalam keterangan tertulisnya, Sabtu.
Hasil survei ini sejalan dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah diterapkan pemerintah. Berdasarkan hasil survei tersebut, menunjukkan adanya harapan masyarakat akan totalitas kebijakan untuk meredam penyebaran virus.
Baca juga: Pengamat: Tekan penyebaran COVID-19 kunci minimalkan tekanan ekonomi
Baca juga: Kantor Staf Kepresidenan RI beri bantuan UI alat kesehatan
Survei tersebut dilakukan terhadap 4.823 responden dengan 78,8 persen diantaranya tinggal di Pulau Jawa. Hasil lengkap Studi Sosial COVID-19 dapat dilihat pada situs www.covid19.go.id.
Panel Sosial untuk Kebencanaan ini terdiri atas peneliti kebencanaan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), UI, Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Politeknik Statistika Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, U-INSPIRE, serta Jurnalis Bencana dan Krisis Indonesia.
Lebih lanjut, Dicky yang juga merupakan Wasekjen Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) mengatakan dukungan publik yang tinggi terkait karantina wilayah dapat menjadi salah satu pilihan progresif untuk mengatasi COVID-19.
"Saatnya sekarang, pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat untuk mempercepat pemutusan rantai COVID-19," katanya.
Berkenaan dengan pertanyaan seputar efektivitas anjuran pemerintah, sebanyak 47,3 persen responden menyatakan diam di rumah paling efektif dibandingkan anjuran jaga jarak dan perlindungan diri.
Di sisi lain, meskipun anjuran untuk diam di rumah dianggap paling efektif, desakan ekonomi yang tinggi dapat juga mendorong masyarakat untuk keluar rumah.
Sesuai dengan hasil survei juga, sebanyak 39,1 persen responden meyakini bahwa kebijakan yang tegas dari pemerintah dianggap bisa menekan laju penyebaran COVID-19.
Baca juga: Komisi X dorong program berkelanjutan pendidikan jarak jauh
Baca juga: Untar gandeng swasta beri sembako pada masyarakat terdampak COVID-19
"Masyarakat melihat pentingnya penegakan dan pendisiplinan mengikuti kebijakan," kata Dicky.
Sebanyak 44,8 persen responden menyatakan cakupan karantina wilayah ada pada tingkat kota atau kabupaten, sedangkan 29,8 persen menyatakan cakupan karantina wilayah ada di tingkat provinsi.
Harapan terbesar responden kepada pemerintah adalah melalui pemberian bantuan logistik dan finansial, baik oleh pemerintah pusat (28,7%) maupun oleh pemerintah daerah (28,1 persen) saat diberlakukan karantina wilayah.
Persepsi masyarakat tentang karantina wilayah, meliputi: larangan keluar masuk wilayah selama periode tertentu (37,5 persen), penutupan bandara/pelabuhan/terminal/stasiun (23,4 persen), pelarangan keluar rumah tanpa tujuan jelas (22,4 persen), serta penutupan tempat perdagangan, kecuali tempat perdagangan makanan pokok dan obat-obatan (15,2 persen).
Wakil Rektor UI bidang Riset dan Inovasi Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris mengatakan UI akan terus mendukung pemerintah dalam penerapan intervensi sosial memerangi COVID-19.
"Kami juga berharap hasil survei seperti yang dilakukan Tim Panel Studi Sosial COVID-19 turut berperan untuk mendukung pemerintah dalam memberikan gambaran untuk pengambilan kebijakan terkait COVID-19 yang tepat dan cepat tanggap bagi seluruh masyarakat Indonesia," katanya.
Survei yang dilakukan oleh Tim Panel Sosial Kebencanaan ini dilakukan secara daring pada tanggal 29-31 Maret 2020. Sebanyak 97,1 persen responden mengetahui istilah karantina wilayah. Sebanyak 69,3 persen mengaku cukup memahami istilah tersebut, dengan 35.1 persen responden mengetahui dari sosial media, sedangkan 34,4 persen mengetahui dari media berita online.
Studi yang telah dilakukan meliputi tiga aspek, yaitu keterbukaan informasi COVID-19, mobilitas dan transportasi, serta perspektif masyarakat terhadap karantina wilayah. Studi Sosial COVID-19 didukung oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Baca juga: Ekonom soroti berkurangnya jumlah lowongan di situs pencari kerja
Baca juga: Ekonom: Perkuat koordinasi pusat-daerah tangani dampak ekonomi pandemi
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020