Jakarta (ANTARA News) - Dibandingkan dengan debat-debat sebelumnya, debat antarcalon wakil presiden 2009 putaran terakhir yang berlangsung di Jakarta, Selasa malam, lebih banyak menyuguhkan janji dan target dari masing-masing calon.

Secara keseluruhan, debat berlangsung lebih kaku dibandingkan sebelumnya yang berlangsung pada 23 Juni 2009. Jika sebelumnya debat antarcawapres diwarnai dengan aksi "menyanyi" dari salah satu calon yakni Wiranto, maka pada debat kali ini tidak demikian.

Tidak adanya improvisasi dari calon ini membuat suasana debat menjadi "hambar". Menurut moderator debat Fahmi Idris memang sudah seharusnya debat berlangsung dengan khidmat, untuk itu penonton dilarang untuk bertepuk tangan disela-sela debat, sebelum sesi debat berakhir.

"Kalau mau bertepuk tangan sepuasnya nanti setelah debat selesai," katanya sambil tersenyum.

Meski ada sedikit perubahan dari sisi format debat, namun belum bisa mencairkan suasana. Jika pada debat sebelumnya sesi perkenalan diisi dengan pembacaan biografi singkat dari setiap calon, maka pada debat kali ini justru setiap cawapres diminta untuk menyampaikan kesan terhadap masing-masing calon.

Meskipun berlangsung dengan "kaku" dan kurang dinamis, pada debat kali ini setiap cawapres dituntut untuk dapat memaparkan target dan rencana kebijakan yang akan diambil secara rinci mengenai peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia.

Masalah yang diangkat dalam debat beragam mulai dari jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, dan kependudukan. Pertanyaan yang dilontarkan moderator tidak pernah lepas dari target dan kebijakan yang akan diambil oleh setiap pasangan.

Diantaranya mengenai rokok. Pada sesi debat, Fahmi Idris bertanya kepada setiap calon tentang kebijakan yang diambil untuk melindungi anak-anak dari bahaya merokok.

Setiap pasangan calon hampir memiliki pandangan yang sama tentang rokok. Ketiganya setuju akan perlindungan terhadap kesehatan dan berupaya untuk mencari solusi bagi petani tembakau.

Menanggapi pertanyaan tersebut, cawapres Prabowo mengatakan penghapusan produksi rokok mau tidak mau harus dilakukan untuk menjamin kualitas kesehatan masyarakat dan generasi muda. Namun, pemerintah juga harus mempertimbangkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia juga merupakan petani tembakau.

"Kami sudah mewanti-wanti para petani tembakau untuk bersiap-siap beralih tanaman...agar pendapatan mereka tetap ada, tidak berkurang," katanya.

Sementara itu menanggapi pertanyaan soal rokok dan keberpihakan pada industri rokok atau kesehatan, khususnya anak-anak, Wiranto mengatakan bahwa sudah pasti pihaknya memilih melindungi anak sebagai generasi penerus bangsa.

Dia juga mengatakan bahwa jika terpilih pemerintahannya akan terus mengkampanyekan bahaya merokok hingga akhirnya muncul kesadaran di masyarakat akan makna kesehatan mereka.

"Dengan sendirinya pula nanti industri rokok akan berhenti," ujarnya.

Sementara itu Boediono menegaskan komitmen pemerintahannya terhadap bahaya rokok bagi kesehatan dengan memberikan contoh langsung untuk tidak merokok.

"Saya kira dari segi kesehatan jelas posisi kami mengenai masalah rokok ini. Saya tidak merokok, Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tidak merokok," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009