Jakarta (ANTARA News) - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) meminta pemerintah segera merealisasikan pembangunan kilang pengolahan minyak mentah menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Senin mengatakan, keberadaan kilang di Indonesia sudah mendesak guna memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat.
"Saat ini, Indonesia mengimpor BBM dalam jumlah cukup besar. Sudah saatnya kebutuhan BBM dalam negeri dipenuhi dari kilang sendiri," katanya.
Menurut dia, Singapura yang tidak mempunyai ladang minyak, memiliki kilang dengan hasil devisa yang cukup besar.
"Bahkan ada sebagian minyak minyak Indonesia yang diolah di kilang Singapura. Ini aneh," ujarnya.
Ia juga mengharapkan, produk minyak mentah Indonesia yang mencapai 900.000 hingga satu juta barel per hari diolah di kilang dalam negeri.
Sofyano menambahkan, pemerintah juga harus terus mendorong dan mendukung PT Pertamina (Persero) membangun kilang.
"Kalaupun mesti bermitra dengan pihak lain, maka saham Pertamina haruslah mayoritas," katanya.
Pertamina menargetkan swasembada atau produksi kilang sendiri yang mampu mencukupi kebutuhan BBM jenis premium, minyak tanah, dan solar di dalam negeri akan tercapai pada tahun 2017.
Proyek-proyek yang akan dikerjakan guna mencapai swasembada BBM tersebut adalah peningkatan kapasitas Kilang Plaju, Cilacap, Balikpapan, Dumai, dan perluasan Balongan.
Selain itu, Pertamina merencanakan pembangunan dua kilang baru yakni Banten Bay Refinery di Banten, East Java Refenery di Situbondo, Jatim.
Pada tahun 2017, kilang-kilang Pertamina ditargetkan mampu menghasilkan produk BBM sebesar 1,503 juta barel per hari, sementara kebutuhan diperkirakan mencapai 1,612 juta barel per hari.
Sisa kebutuhannya, ditutupi dari produk bahan bakar nabati (BBN) dan pencairan batubara.
Saat ini, Pertamina memiliki enam kilang pengolahan minyak mentah dengan total kapasitas produksi sebesr 1,031 juta barel per hari.
Kilang terakhir dibangun Pertamina adalah Kilang Balongan di Indramayu, Jabar yang mulai beroperasi tahun 1994.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009