Tokyo (ANTARA News/AFP) - Korea Selatan dan Jepang "tidak akan pernah mentoleransi" Korea Utara yang bersenjata nuklir, demikian dikemukakan Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak, Minggu, setelah perundingan dengan Perdana Menteri Jepang Taro Aso.
Lee dan Aso sepakat menekan Korea Utara agar meninggalkan program nuklirnya di tengah unjuk kekuatan militer Pyongyang yang terus berlangsung dan mendesak China memainkan peranan lebih besar untuk membujuk sekutunya itu melucuti senjatanya, kata mereka pada jumpa pers.
"Selama pembicaraan, kami mengkonfirmasi bahwa kami tidak akan pernah mentoleransi Korea Utara yang bersenjata nuklir," kata Lee kepada wartawan.
"Dengan pelaksanaan resolusi 1874 PBB, kami harus menunjukkan kepada Korea Utara bahwa mereka tidak akan memperoleh apa pun dengan memiliki senjata nuklir," kata Lee, menunjuk pada sanksi-sanksi PBB terhadap Pyongyang karena pengujian rudal dan nuklirnya akhir-akhir ini.
Aso juga mengatakan, "Kami setuju memperkuat kerja sama antara Jepang, Korea Selatan dan AS, dan sepakat mengenai pentingnya memperdalam kerja sama dengan China."
China, sekutu utama Korea Utara, selalu bersikap hati-hati terhadap Pyongyang, karena khawatir mengenai langkah-langkah yang bisa mendorong rejim terkucil itu runtuh dan membuat jutaan pengungsi masuk ke wilayah perbatasannya.
Pertemuan puncak Jepang dan Korea Selatan itu dilakukan ketika Pyongyang meningkatkan retorika konfrontasinya di tengah kecurigaan dunia bahwa pemerintah Kim Jong-Il bersiap-siap menembakkan rudal-rudal lain dan melakukan latihan militer di lepas pantai Korea Utara.
Ketegangan regional meningkat setelah Korea Utara pada 25 Mei melakukan pengujian nuklir kedua, yang diikuti dengan peluncuran rudal.
Korea Utara juga meninggalkan perundingan enam pihak mengenai perlucutan nuklirnya, yang mencakup kedua negara Korea, AS, China, Rusia dan Jepang.
Lee dan Aso juga membahas gagasan mengadakan perundingan lima pihak yang tidak melibatkan Pyongyang, "dengan tujuan membuat kemajuan dalam perundingan enam pihak", kata Aso.
Tokyo dan Seoul memelopori upaya di Asia Timur untuk menentang sikap pembangkangan Korea Utara, termasuk peringatan berulang kali Pyongyang mengenai konfrontasi militer.
Korea Utara telah berjanji membuat lebih banyak bom nuklir dan memulai program senjata baru yang berlandaskan pengayaan uranium sebagai reaksi atas sanksi-sanksi PBB.
Korea Utara hari Minggu mengulangi ancamannya untuk meningkatkan upaya pertahanan nuklir untuk membela diri dari AS, sekutu dekat Korea Selatan dan Jepang.
"Kami akan memperkuat penangkal nuklir bagi pertahanan diri kami dalam menghadapi ancaman dan upaya perang nuklir seketika AS," kata surat kabar partai komunis yang berkuasa di Pyongyang, Rodong Sinmun.
Lawatan satu hari Lee ke Tokyo itu merupakan bagian dari "diplomasi pertemuan puncak bolak-balik" yang tetap, sebuah sistem dimana para pemimpin itu saling mengunjungi negara masing-masing dua kali setahun untuk perundingan yang mencakup masalah-masalah diplomatik dan ekonomi.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009