Balikpapan (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku pernah sangat marah ketika Menko Perekonomian yang saat itu dijabat Boediono tidak menyetujui pemberian jaminan terhadap pembangunan listrik 10.000 MW.

"Ini adalah puncak kemarahan saya di mana listrik tidak dijamin," kata JK pada penutupan Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Balikpapan, Kaltim, Sabtu.

Ia mengaku marah karena negara tidak mau mengupayakan listrik untuk rakyat sementara kepada perbankan, Boediono merengek-rengek meminta diberi jaminan 100 persen untuk menghadapi krisis.

"Itulah pandangan liberal. Tidak usah berteori soal neoliberal, tapi lihat praktiknya, menjamin perbankan, rakyat yang menanggung. Saya hampir lempar, saya pukul meja, walau dia bilang sudah disetujui pimpinan, saya tidak peduli," katanya.

Ia menegaskan, Indonesia sangat membutuhkan listrik, karena tanpa listrik, investasi sulit, ekonomi tidak bisa berjalan, dan kemajuan bangsa sulit tercapai.

Menurut Wapres, ada empat pokok yang membuat suatu negara bisa memiliki daya saing yang tinggi, selain listrik, juga modal dan bunga perbankan yang rendah yang mendorong orang berinvestasi, juga infrastruktur dan birokrasi.

"Birokrasi harus diperjelas aturannya, jangan membuat orang takut berusaha, transparan, perizinan diperbaiki, dan otonomi daerah dengan melepas kepalanya tapi pegang buntutnya dengan membuat standar," katanya.

Menurut JK, Indonesia kaya akan sumber daya alam tapi rakyatnya masih tertinggal, seperti halnya Kaltim yang kaya batubara namun selalu mengeluh listrik.

"Karena itu yang dibutuhkan adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk membuat sumber daya alam itu bisa dikelola untuk memajukan bangsa," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009