Jakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Ketenagakerjaan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nawawi Asmat mengatakan menjelang peringatan Hari Buruh, ternyata mayoritas buruh sektor informal masih jauh dari sejahtera.

"Kalau buruh sektor informal mayoritas mereka masih jauh dari sejahtera. Pendapatan yang mereka terima umumnya masih di bawah tingkat upah minimum, apalagi upah layak," kata Nawawi kepada ANTARA, Jakarta, Kamis

Nawawi menuturkan buruh sektor informal ini tergolong sangat riskan terhadap goncangan ekonomi. Terlebih, mayoritas pekerja sektor informal tidak terlindungi melalui skim BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk itu, perlu intervensi untuk meningkatkan kesejahteraan buruh di Indonesia. Intervensi ini mendorong dan meningkatkan pencapaian tingkat upah layak, akses terhadap jaminan sosial dan stabilisasi harga.

Akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dasar, dan transportasi murah juga harus dipastikan dapat diperoleh para buruh di Indonesia.

Peningkatan kualitas diri para buruh menjadi penting agar mampu terserap sesuai kebutuhan pasar kerja yang semakin berkembang.

Untuk buruh sektor formal, berdasarkan tingkat upah, variasinya sangat beragam. Mereka yang bekerja di industri pengolahan, terutama industri padat karya seperti industri garmen, kulit dan alas kaki umumnya relatif masih kurang sejahtera dibanding para pekerja di sektor jasa.

"Status kerja mereka juga sangat riskan karena kecenderungannya berstatus pekerja kontrak dan outsourcing yang tidak menjamin adanya 'job security' (keselamatan kerja)," ujar Nawawi.

Menurut Nawawi, jika dibanding dengan negara lain, tentu saja tidak bisa apple to apple (sebanding).

Tapi kalau jika lihat dari tingkat Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Income), rata-rata pendapatan tenaga kerja Indonesia masih kalah jauh dibanding Malaysia dan Thailand, apalagi Singapura.

Baca juga: Perlu pencapaian upah layak untuk kesejahteraan buruh, kata peneliti
Baca juga: Hari Buruh akan diperingati dengan baksos pembagian APD

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020