Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) H. Aminuddin Ya`qub menyarankan agar pemerintah melakukan penundaan terhadap pengiriman jamaah haji Indonesia tahun ini, menyusul keputusan fatwa haram MUI terhadap vaksin meningitis bagi calon jamaah haji.

"Kita sarankan pemberangkatan jamaah haji ditunda terkait masalah vaksin yang mengandung enzim babi ini. Yang pasti MUI dan para ulama terus berupaya keras memecahkan masalah ini," katanya, dalam talk show yang membahas kasus vaksin mengingitis di Masjid Al Azhar Jakarta, Sabtu.

Pada kesempatan itu hadir Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Husniah Rubiana Thamrin, dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Anna Priangani, Amir Majelis Mujahidin Indonesia H Moh.Tholib, dan Ketua MUI Sumatera Selatan KH M Sodikun.

Aminuddin mengatakan, fatwa haram terhadap vaksin meningitis dikeluarkan setelah melalui pertimbangan dan analisis mendalam dari anggota Komisi Fatwa MUI.

Keputusan setelah menganalisa pembuatan vaksin tersebut dari produsen, dan dari laporan LPPOM MUI.

"Dari penjelasan-penjelasan yang kita terima, Komisi Fatwa MUI berketetapan bahwa vaksin meningitis haram," kata dia.

Ketetapan keharaman ini, katanya, bukan dari hasil akhir vaksin meningitis. Namun karena dalam pembuatan vaksin bermerek "Mencevax ACWY" ini memanfaatkan lemak atau enzim babi.

Menurut Aminuddin, meski pihak Depkes mengatakan dalam proses pembuatan vaksin sudah melalui ekstraksi/katalisator sehingga unsur babinya dihilangkan, namun Komisi Fatwa MUI secara tegas mengatakan setiap produk yang memanfaatkan bahan haram, adalah haram.

Ia juga menegaskan, walau pihak produsen vaksin meningitis mengatakan formula baru vaksin ini tidak lagi berbahan hewani, namun tetap saja tidak jelas kehalalannya.

Aminuddin juga mengatakan vaksin meningitis ketika diteliti melalui tes VCR tidak ditemui enzim babinya, karena VCR digunakan untuk mendeteksi DNA. Sementara enzim babi tersebut berupa protein.

Berdasarkan hal-hal seperti itu, karena vaksin meningitis memanfaatkan unsur babi dan berbahan cair, MUI menyatakan vaksin ini haram.

Ia menjelaskan, untuk membicarakan vaksin yang diwajibkan bagi jamaah haji oleh pemerintah Arab Saudi ini, pihak MUI sudah dua kali melakukan pertemuan dengan pihak kedutaan besar Arab Saudi.

"Pihak Kedubes Arab Saudi mengatakan vaksin ini diwajibkan untuk menjaga keselamatan jamaah dari penyakit mematikan meningitis. Vaksin ini diberlakukan terhadap jamaah haji dari 77 negara Islam," kata Aminuddin.

Ia menyadari apabila penundaan pengiriman jamaah haji Indonesia tahun 2009 dilakukan akan berkonsekuensi pada penumpukan pengiriman jamaah ke belakangnya.

Bahkan, dari data yang didapatnya, tercatat sudah 700 ribu calon jamaah haji yang terdaftar.

Aminuddin berharap pemerintah segera mengambil kebijakan (regulasi) yang jelas karena ini menyangkut kemaslahatan umat.

Ia juga menyambut bailk pernyataan Menkes yang menyatakan Indonesia siap memproduksi vaksin meningitis dari bahan yang halal pada 2010.

Ketua MUI Sumatera Selatan KH M Sodikun, pihak yang pertama mengekspose vaksin yang mengandung enzim babi ini mengungkapkan, tidak ada niatnya untuk menimbulkan masalah dengan merilis informasi tentang vaksin tersebut.

Dia mengatakan, pihaknya dari awal sudah sangat hati-hati dalam merespons temuan tentang enzim babi pada vaksin mengitis, sesui hasil penelitian LPPOM MUI Sumsel yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang.

"Namun kami wajib menyampaikan karena dalam konteks ibadah dan terkait dengan kemabruran jamaah dalam berhaji. Kami mengangap ini persoalan serius dan tidak bisa dibiarkan. Ini sebagai rasa kepedulian MUI, karena mungkin pemerintah kurang tahu," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009