Port Harcourt, Nigeria  (ANTARA News/Reuters) - Empat kelompok militan Nigeria hari Jumat pada prinsipnya menyetujui tawaran amnesti dari Presiden Umaru Yar`Adua, yang memberi dorongan bagi upayanya untuk mengakhiri kerusuhan bertahun-tahun di negara industri minyak terbesar Afrika itu.

Yar`Adua pada Kamis menawarkan amnesti 60 hari kepada orang-orang bersenjata di Delta Niger yang bertanggung jawab atas pemboman pipa minyak, serangan pada istalasi gas dan minyak, serta penculikan pekerja industri dalam tiga tahun terakhir.

Kerusuhan telah membuat negara eskportir minyak terbesar kedelapan dunia itu gagal menghasilkan lebih dari duapertiga dari kapasitas 3 juta barel per hari, sehingga Nigeria kehilangan penghasilan milyaran dolar dan membuat harga minyak dunia lebih tinggi.

Para utusan dari Ateke Tom, Farah Dagogo, Soboma George

dan Boyloaf -- empat pemimpin penting dari kelompok-kelompok bersenjata yang mendalangi sejumlah serangan paling spektakuler -- mengatakan, mereka ingin bertemu dengan Yar`Adua untuk merancang rincian mengenai perjanjian itu.

"Kami menerima perdamaian seperti yang tercakup dalam tawaran amnesti yang disebutkan," kata mereka dalam sebuah pernyataan bersama.

"Bergantung pada hasil (pertemuan dengan Yar`Adua), para pemimpin itu kemudian akan mengumumkan kapan mereka menyerahkan senjata dan amunisi yang mereka miliki kepada pemerintah federal," kata pernyataan itu.

Kepala staf pertahanan Nigeria, Marsekal Paul Dike, mengatakan, pasukan keamanan akan mengawasi gencatan senjata dan menghormati semua ketetuan amnesti itu. Namun, ia memperingatkan bahwa militer akan membalas jika diserang.

Keempat kelompok itu memiliki hubungan dengan kelompok militan utama Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND), yang dalam kenyataan merupakan koalisi kendur dari kelompok-kelompok bersenjata.

Tawaran amnesti itu bisa berarti MEND menghentikan operasi serangan yang berlangsung sebulan yang telah menghentikan produksi minyak sedikitnya 133.000 barel per hari.

MEND sejauh ini menolak berkomentar langsung mengenai tawaran amnesti itu namun mengatakan, mereka meledakkan sebuah pipa minyak penting Royal Dutch Shell pada Kamis larut malam.

MEND, kelompok militan utama di Nigeria selatan yang kaya minyak, melancarkan serangan-serangan tetap terhadap instalasi minyak sebagai bagian dari upaya mereka untuk memperoleh bagian lebih besar dalam kekayaan minyak bagi penduduk setempat di kawasan Delta Niger.

Produksi minyak Nigeria per hari saat ini masih bertahan pada 1,8 juta barel, menurut laporan Juni yang dikeluarkan Badan Energi Internasional, jauh lebih rendah dibanding dengan produksi per hari pada 2006 yang mencapai 2,6 juta barel.

Kelompok MEND mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009