Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Kekayaan Negara Depkeu Hadiyanto mengungkapkan sebagian besar piutang negara merupakan piutang dari eks obligor penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) tarkait dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Eks obligor PKPS yang besar-besar, sementara selebihnya dari penyerahan piutang dari debitur bank-bank BUMN dan instansi pemerintah," kata Hadiyanto di Jakarta, Jumat.

Ia mencontohkan, dari 8 obligor BLBI, piutang negara dari dua obligor saja mencapai sekitar Rp2,29 triliun.

"Yang lainnya dari obligor PKPS yang diserahkan oleh Kejaksaan dan Kepolisian kepada Depkeu," kata Hadiyanto.

Mengenai penyelesaiannya, ia mengatakan, pihaknya melakukan tindakan penagihan sesuai dengan mekanisme Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

"Jadi kalau sudah ada asetnya kita nilai dan kita lelang. Itu membutuhkan proses, tidak seperti aset yang `free and clear`. Jadi tidak mudah melelang aset tersebut apalagi kondisi seperti sekarang," katanya.

Sebelumnya Hadiyanto mengungkapkan, total outstanding piutang negara per 15 Juni 2009 mencapai senilai Rp53,8 triliun dari 170.525 berkas.

Angka/data itu sudah termasuk bank dalam likuidasi (BDL) dan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

RUU Kekayaan Negara

Sementara itu mengenai proses penyiapan paket RUU tentang Kekayaan Negara, Hadiyanto mengatakan, hal itu masih dibahas antar departemen.

Ia menyebutkan, banyak hal akan diatur dala RUU itu seperti kelembagaan, ruang lingkup piutan negara yang ditangani, dan berbagai mekanisme termasuk penyitaan.

"Nanti tidak dikenal lagi PUPN karena langsung ke Ditjen Kekayaan Negara," katanya mencontohkan satu perubahan yang akan terjadi.

Paket RUU Kekayaan Negara akan mencakup beberapa RUU yaitu RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara, RUU tentang Piutang Negara, RUU tentang Lelang, dan RUU tentang Penilaian.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009