Untuk skenario Survival memiliki indikator epidemologi yakni pemerintah berhasil mengendalikan virus dalam jangka waktu empat hingga enam bulan.
Jakarta (ANTARA) - Konsultan bisnis dari Daya Qarsa Apung Sumengkar memperkirakan terdapat tiga skenario bisnis yang mungkin terjadi di Tanah Air akibat pandemi COVID-19.

"Kami memperkirakan akan ada tiga skenario perubahan yang mungkin terjadi sebagai dampak adanya COVID-19," ujar

Skenario pertama kata Apung dalam webinar "Day After Tomorrow" yang diselenggarakan Forum Human Capital Indonesia, di Jakarta, Kamis, yakni New Normal yakni situasi akan pulih dengan cepat dan orang-orang akan mempraktikkan dan membiasakan cara-cara baru yang dilakukan saat karantina.

Skenario kedua yakni Disorder atau ketidakteraturan muncul di tengah masyarakat dan pelaku bisnis. Hal itu merupakan respon atas kondisi pandemi yang semakin parah dan kondisi ekonomi yang memburuk.

Sedangkan skenario ketiga, yakni Survival atau pandemi memakan banyak korban, dan kondisi yang sangat buruk yang mana sebagian pelaku bisnis terpaksa menutup bisnisnya dan menimbulkan kepanikan mendalam dari masyarakat dengan indikator bisnis dan ekonomi yang semakin parah.

Baca juga: BI optimistis ekonomi RI membaik triwulan ketiga 2020

"Situasi yang dihadapi saat ini cukup besar, karena hampir sepertiga APBN dialokasikan untuk menangani COVID-19. Meski anggaran besar, tidak ada jaminan apakah bisa mengendalikan COVID-19 atau tidak," terang Apung yang merupakan CEO Daya Qarsa itu.

Untuk skenario New Normal, memiliki indikator epidemologi yakni pemerintah berhasil mengendalikan virus dalam jangka waktu dua hingga tiga bulan dengan puncak pada akhir April dan kasus menurun signifikan pada Juni 2020. Jumlah kasus pada kisaran 5.000 hingga 50.000 kasus.

Indikator ekonominya yakni respon kebijakan dapat mencegah kerusakan struktural pada ekonomi. Pertumbuhan PDB menurun menjadi tiga hingga empat persen. Sedangkan bisnis indikatornya, adalah adanya sedikit gangguan dalam rantai pasok namun sebagian besar bisnis berjalan dengan cara kerja baru. PHK dan kebangkrutan hanya pada sektor yang sangat terpengaruh.

Untuk skenario Survival memiliki indikator epidemologi yakni pemerintah berhasil mengendalikan virus dalam jangka waktu empat hingga enam bulan, pembatasan fisik masih berlanjut setelahnya. Jumlah kasus mencapai atau melewati 50.000 kasus.

Baca juga: Faisal Basri prediksikan ekonomi Indonesia tumbuh 0,5 persen pada 2020
Baca juga: BI cermati perkembangan dampak COVID-19 terhadap ekonomi dan keuangan


Indikator ekonomi untuk skenario Survival yakni kemerosotan konsumsi karena kebijakan karantina, banyak bisnis yang hampir bangkrut dan terpaksa mem-PHK karyawannya. Pertumbuhan PDB turun menjadi nol hingga tiga persen.

Untuk indikator bisnisnya, rantai pasokan semakin terganggu dan terjadi "cash buffer days" karena jumlah perusahaan hanya tinggal setengah dari jumlah sebelum krisis.

Sedangkan skenario Survival, memiliki indikator epidemologi yakni respon kesehatan masyarakat gagal mengendalikan penyebaran virus untuk jangka waktu yang lama atau enam bulan ke atas. Jumlah kasus mencapai lebih dari 100.000 kasus.

Indikator ekonominya yakni kebijakan moneter dan fiskal tidak mengendalikan dampak penuh dari kebangkrutan yang meluas dan tingkat pengangguran yang tinggi. Terdapat potensi krisis perbankan dan pertumbuhan PDB semakin minus.

Sementara indikator bisnisnya yakni terhentinya kegiatan produksi industri karena tidak didapatkan bahan baku alternatif, harga komoditas menurun secara ekstrem, pembangunan infrastruktur berhenti total, dan terjadi "cash buffer days" karena kebanyakan perusahaan sudah bangkrut.

"Dalam situasi ini, perusahaan tidak lagi memikirkan untung rugi tapi bagaimana bisa bertahan," kata dia lagi.

Baca juga: BI optimis ekonomi RI bisa tumbuh 6 persen tahun 2021 pasca-COVID-19
 

Pewarta: Indriani
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020