Jakarta (ANTARA News) - Kamis dinihari, semifinal Piala Konfederasi 2009 berlangsung di bawah cuaca dingin Afrika Selatan. Lapangan hijau Free State Stadion, Bloemfontein, gagal menjadi saksi kejayaan tim Spanyol yang sedianya mencatatkan rekor emas sebagai tim tak terkalahkan dalam 36 laga dan 16 pertandingan dengan kemenangan berturut-turut. Kekalahan terakhir yang mereka derita adalah saat berhadapan dengan tim Rumania pada bulan November 2006.
Di lapangan yang letaknya hanya satu blok dari avenue Nelson Mandela itu, sejarah gagal ditorehkan di sana. Dan kesebelasan Spanyol masih harus menunggu entah sampai kapan untuk dapat beroleh kesempatan yang sama. Namun yang lebih penting, kejayaan mereka baru saja direbut oleh tim medioker AS, yang sebelumnya sama sekali tidak diperhitungkan, sekaligus melempar mereka keluar dari perebutan juara Piala Konfederasi FIFA.
Untuk sementara, kehebatan tim Spanyol tak perlu digemborkan dulu. Meskipun perjalanan indah sepakbola ranah Spanyol selalu membuat orang-orang terbelalak apalagi setelah munculnya tim Barcelona yang mencuri Piala Champions dari hegemoni sepakbola Inggris. Klub Spanyol yang lain juga yang mencatatkan rekor pembelian pemain termahal sejagad dengan mendatangkan Cristiano Ronaldo dari tanah Inggris dengan biaya transfer seharga 1,3 triliun rupiah!
Kamis dinihari tadi, gelandang bertahan veteran AS, Landon Donovan berhasil menginspirasi kesebelasannya menuntaskan ”misi mustahil” mereka menekuk tim nomor satu dunia versi rangking FIFA. Di stadion berkapasitas 45 ribu penonton itu, tim AS yang hanya bisa lolos dengan keajaiban tersebut malah mencatatkan sejarah emas bagi sepakbola negerinya sebagai final pertama sejak persatuan sepakbola AS berdiri pada 1916.
Bagaimana bisa, kedigdayaan tim Spanyol yang begitu perkasa sejak laga perdana mereka di Piala Konfesderasi ini bisa dipecundangi kesebelasan yang dalam laga penyisihan menderita dua kekalahan telak dari tiga pertandingan yang mereka mainkan?
”Mereka benar-benar mengalahkan kami dengan kejutan mereka,” komentar pelatih terkenal Vicente del Bosque yang meneruskan sukses Spanyol dari tangan Luis Aragones, usai laga.
Mengenakan seragam putih-putih yang mereka gunakan seperti saat menekuk kesebelasan Mesir dengan skor tiga nol tanpa balas itu, pelatih Bob Bradley meracik tim dengan skema permainan dasar 4-4-2 yang sesungguhnya sama dengan regu yang diturunkan saat melibas anak-anak piramid itu.
Kecuali Bornstein yang kali ini disimpan karena Bradley memaksakan kehadiran sang kapten yang sesungguhnya cedera, Carlos Bocanegra. Pilihan Bradley memainkan Bocanegra yang sarat sepakbola Eropa, ternyata berbuah sangat positif. Dia memimpin sektor pertahanan AS yang kokoh dan lugas menghalau agresivitas Fernando Torres dan David Villa.
Di lini sejajar Bocanegra, ada Jay de Merit dan Oguchi Onyewu yang bermain sangat gemilang, dan Jonathan Spector di kanan yang berhasil mengunci kelincahan Albert Riera, sayap kiri Liverpool yang memiliki kecepatan sprint yang luarbiasa. Mereka adalah empat pilar AS yang membentengi gawang AS yang dijaga dengan luarbiasa oleh Tim Howard, kiper plontos yang membela klub liga primer Everton dan sebelumnya bergabung dengan Manchester United.
Kunci kemenangan AS adalah kepaduan tim mereka, buruknya lini belakang dan kepercayaan diri yang berlebihan Spanyol dan taktik jitu Bradley yang menugaskan gelandang veteran Landon Donovan untuk mengkoordinir permainan dengan efektif untuk menutup ruang gerak playmaker jenial dari Barcelona, Xavi Hernandes, yang dalam final piala Champions bulan lalu seorang diri mampu memporandakan lini tengah Manchester United dengan sangat leluasa karena pergerakannya yang begitu terbuka.
Lini tengah dimotori Ricardo Clark dan Michael Bradley yang lebih berat turun ke bawah untuk mengatur bola antar lini, sementara gelandang kiri Clint Dempsey yang bermain untuk tim primer Inggris Fulham, cenderung mengatur pergerakan serang bersama Donovan di kiri. Begitu solidnya lini ini, sehingga Xabi Alonso dan Cesc Fabregas tak berdaya mengembangkan permainan terbaik mereka. Gol Dempsey pada menit 67 hadir dari aliran bola yang dikendalikan Donovan.
Dari sana mereka juga mensuplai ujung tombak Jozy Altidore dan tandemnya, Charlie Davis untuk sesekali masuk dan menghajar gawang Spanyol.
Gol pertama Jozy Altidore pada menit ke 7, juga merupakan umpan terobosan Donovan yang disongsong pemain berkulit hitam yang setengah musim ini bergabung dengan klub primera Spanyol, Villareal. Dengan kekuatan prima karena tubuhnya yang besar, dia berhasil memperdaya Joan Capdevilla dan Bernard Pique sebelum menceploskan bola yang tidak terlalu keras ke pojok kanan gawang Casillas yang sudah mati langkah.
Sejak gol tersebut, lini belakang Spanyol tak mampu bangkit lagi hingga peluit panjang wasit Jorge Larrionda dari Uruguay membahana di stadion tersebut. Pique dan Sergio Ramos bahkan melakukan blunder yang menyebabkan Dempsey dapat mencocor bola ke jaring Spanyol yang lagi-lagi tak sanggup dimentahkan Casillas karena salah langkah.
Di layar kaca, usai gol kedua, terlihat Pique, bek as Barcelona yang tengah naik daun, itu, menyandarkan keningnya ke tiang vertikal sebelah kanan gawang Casillas dengan tatapan mata kosong yang mengesankan ketakberdayaan. Selain menyesali dua blunder yang dilakukannya, bek dengan postur yang sangat ideal itu, barangkali juga malu akan ucapan sesumbarnya yang arogan pada pers, dua hari sebelumnya, begitu tahu bahwa AS adalah lawan mereka di babak semi final Piala Konfederasi.
Pique seolah lupa bahwa mengecilkan lawan karena ”tak bernama” adalah tindakan yang kontraproduksi dengan semangat yang diusung dunia olahraga. Perang urat syaraf berbeda dengan arogansi. Bukankah sebelumnya mantan rekannya di Manchester United, bek kiri Patrice Evra juga pernah melontarkan kesombongan dengan mengatakan bahwa tim Arsenal hanyalah terdiri dari 11 bayi yang bermain sepakbola. Komentar yang diucapkannya usai kekalahan telak Arsenal dari Manchester United dalam semifinal kedua Piala Champions 2009 yang baru lalu.
Ketika tim Paman Sam itu mampu menerobos 4 terbaik, ujung tombak AS berkulit hitam, Altidore, mengirim pesan pendek kepada bek kiri Joan capdevilla yang juga adalah rekan setim di Villareal. Isinya kurang lebih peringatan bahwa Spanyol seharusnya waspada terhadap bahayanya kesebelasan AS jika sudah melangkah sejauh ini.
Capdevilla, menurut portal ESPN mengaku menerima SMS tersebut namun kurang mengerti maksudnya. Barulah setelah 90 menit laga yang sepenuhnya menjadi milik kesebelasan AS itu barulah Capdevilla bisa mengerti makna dari SMS yang dikirimkan rekannya itu. Betapa apresiasi selayaknya tetap dihamparkan bahkan untuk eksistensi sekecil apapun lawan yang harus dihadapi.
Di stadion Free State itu, mitos Dewi Fortuna dan misteri sepakbola kembali memperlihatkan kenapa olahraga ini begitu digandrungi miliaran orang di seantero planet bumi ini. Di atas rumput yang masih basah oleh keringat dan airmata matador-matador muda Spanyol itu, nama besar, popularitas dan kejayaan hanyalah status yang tetap mungkin diberangus oleh kekuatan hati, keteguhan jiwa dan motivasi yang tinggi dari putra-putra Paman Sam yang berhasil menuntaskan ”misi mustahil” itu dengan luarbiasa. (*)
Pewarta: Oscar Motuloh
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2009