Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah kurang melibatkan serikat buruh dalam mencari solusi persoalan dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, kata Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Rekso Silaban.
"Serikat buruh sangat minim dilibatkan dalam membahas berbagai persoalan TKI, khususnya di Malaysia. Padahal peranan serikat buruh dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat menjembatani pemerintah dengan serikat buruh atau LSM di negara itu," kata Rekso di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, pelibatan lembaga nonformal dapat lebih simpel penanganannya dalam menyelesaikan suatu kasus dibandingkan diselesaikan oleh lembaga negara yang membutuhkan birokrasi panjang.
Sebagai gambaran, dalam proses penerimaan suatu kasus buruh atau pekerja termasuk membantu advokasinya, cukup melalui crisis center yang ada di masing-masing daerah, dapat membuat jejaring dan membentuk tim penyelesaian kasus tersebut.
"Begitu pula, kasus yang melibatkan antarnegara. Serikat buruh di Indonesia kan dapat berjaringan dengan serikat buruh yang ada di luar negeri," katanya memberikan gambaran.
Sementara kenyataannya, pemerintah sangat jarang mendudukan organisasi nonpemerintah untuk membahas persoalan TKI di luar negeri, utama di Malaysia dan Arab Saudi yang tergolong banyak kasus TKI dibanding negara lainnya.
Mengenai upaya pemerintah menghentikan sementara (moratorium) pengiriman TKI ke Malaysia selama sebulan, ia mengatakan, hal itu tidak akan efektif jika tidak disertai dengan agenda yang jelas untuk menyelesaikan berbagai persoalan TKI.
"Setidaknya ada lima agenda pokok yang harus ditempuh pemerintah dalam masa moratorium itu, jika tidak ingin tersebut hanya menjadi peredam kasus-kasus yang terjadi saat ini, kemudian berikutnya akan berulang lagi," kata Rekso.
Kelima agenda itu adalah mengamandemen Undang-Undang Nomor 39/2004 tentang penempatan buruh migran dan mengamandemen konvensi atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia-Malaysia yang ditandatangani di Bali 2006.
Selain itu, pemerintah harus mengetatkan pengawasan di lokasi yang menjadi lalulintas buruh migran ilegal, seperti di Entikong, Kalimantan Barat, Nunukan, Kalimantan Timur dan lokasi lainnya.
Dua langkah lainnya, pemerintah harus memiliki mekanisme paten misalnya menyewa pengacara di luar negeri untuk penyelesaian kasus di luar negeri. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009